OLEH : AJENG ARININGSUN (101014243)
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan
pembelajaran, beberapa guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka
ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan
berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit siswa yang
justru mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh
adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa dapat
menyebabkan prestasi belajar terganggu, nilai yang ditetapkan guru tidak dapat
dicapai dengan baik oleh siswa.
Salah satu
jenis kesulitan atau masalah belajar yang sering dialami oleh siswa adalah
underachiever atau keadaan dimana prestasi yang diperoleh siswa tersebut di
bawah tingkat kecerdasan atau IQ yang dimilikinya.
Meskipun
underachiever merupakan salah satu jenis masalah belajar yang sering dialami
siswa, tetapi ternyata masih banyak yang belum memahami sebenarnya apa yang
dimaksud dengan underachiever.
Oleh karena
itu, penulis membuat makalah ini dengan harapan pembaca dapat memperoleh
wawasan baru mengenai underachiever, bagaimana ciri-ciri anak yang mengalami
underachiever, apa saja faktor yang menyebabkan anak mengalami masalah ini,
serta bagaimana cara penanganan maupun pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN UNDERACHIEVER
Underachiever adalah anak yang berprestasi rendah dibandingkan
tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Menurut Prayitno dan Amti (1999:280)
underachiever identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa “keadaan
siswa yang diperkirakan memiliki intelegensia yang cukup tinggi, tetapi tidak
dapat memanfaatkannya secara optimal.” Rimm (dalam Del Siegle & McCoah,
2008) menyatakan bahwa ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk Underachiever. Siswa
yangUnderachiever seringkali salah dinilai sebagai siswa
berkesulitan belajar (McCall et al, 1992; Ross, 1995 dalam Peters & Boxtel,
1999). Reis dan McMoach (2000 dalam Robinson, 2006) mendifinisikan underachievement sebagai
kesenjangan akut antara potensi prestasi (expected achievement) dan
prestasi yang diraih (actual achievement).
Untuk dapat diklasifikasikan sebagai underachiever,
kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa
kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada
periode yang panjang (Robinson, 2006). Underachiever ini juga
tidak dikaitkan dengan adanya perubahan hormonal menjelang remaja.
Saat ini belum ada metode yang tepat yang dapat
digunakan psikolog pendidikan untuk mengidentifikasi underachiever (Ross
dalam Peters & VanBoxtel, 1999). Secara operasional, underachievement dapat
didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang
diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, 1999).
Siswa yang tidak memiliki motivasi dalam belajar
sering menjadi penghambat anak dalam belajar. Artinya, jika di dalam diri siswa
kurang memiliki motivasi berprestasi bisa jadi ia akan menjadi anak underachiever.
B. CIRI – CIRI UNDERACHIEVER
Karakteristik
utama yang dihubungkan dengan anak underachiever
adalah rendahnya self-esteem (Preckle & Vock, 2006; Trevallion,
2008). Pernyataan tersebut juga dipertegas oleh Butler-Por; McCall, Evahn &
Kratzer (dalam Adams, 1997) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik
kepribadian siswa underachiever adalah rendahnya konsep diri. Siswa
biasanya menutupi ini dengan mengembangkan mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism) seperti bertindak agresif ataupun membuat keributan/lelucon di
kelas.
Karakteristik
sekunder yaitu biasanya mereka memperlihatkan
perilaku menghindar. Mereka sering mengatakan bahwa pelajaran di sekolah tidak
relevan atau tidak penting karena itu mereka biasanya lebih tertarik kegiatan
selain kegiatan sekolah. Kaufman (dalam Trevallion, 2008) menyatakan bahwa
karakteristik ini tampil dalam dua arah yaitu agresif atau menghindar. Mereka
juga akan memperlihatkan ketergantungan seperti tergantung pada orang lain
untuk menyelesaikan tugasnya.
Karakteristik
tersier siswa underachiever antara lain
buruknya keahlian dalam tugas-tugas sekolah, kebiasaan belajar yang buruk,
memiliki masalah penerimaan oleh teman sebaya, konsentrasi yang buruk dalam
aktivitas sekolah, tidak bisa mengatur diri baik di rumah maupun di sekolah,
mudah bosan, “meninggalkan” kegiatan kelas, memiliki kemampuan berbahasa oral
yang baik, tapi buruk dalam menulis, mudah terdistraksi dan tidak sabaran,
sibuk dengan pikirannya sendiri, kurang jujur, sering mengkritik diri sendiri,
mempunyai hubungan pertemanan yang kurang baik, suka bercanda di kelas (membuat
keributan), ramah terhadap orang yang lebih tua, dan berperilaku yang tidak
biasa.
Ciri
ciri umum anak
underachiever ialah:
·
Memiliki self esteem yang rendah, kurang
merasa berharga untuk tampil diantara teman-teman atau keluarganya
·
Memiliki konsep diri yang tidak realistis,
kadang merasa sebagai anak yang gagal atau tidak berguna
·
Menghindari komunikasi, menghindari risiko,
tidak berdaya (menunggu diajak orang lain)
·
Pasif, taat hanya sekedarnya saja
·
Agresif, memberontak
·
Menolak perintah atau instruksi dari tokoh
otoritas (orangtua, guru dan lain-lain)
·
Menyalahkan orang lain kalau ada masalah
·
Kurang konstruktif dalam kelompok
·
Tidak punya tokoh identifikasi, tidak punya
teman dekat
·
Kurang fleksibel, sering ‘mentok’, kreativitas
rendah
·
IQ lebih tinggi dari prestasi dan prestasinya inkonsisten: kadang bagus, kadang tidak
·
Tidak menyelesaikan pekerjaan rumah
·
Takut gagal (atau sukses) dan menghadapi ulangan.
·
Tidak punya inisiatif, malas, bahkan depresi.
Perilaku yang mereka tunjukkan di sekolah,
antara lain:
·
Bersikap negatif terhadap sekolah
·
Berkata kalau ia bosan belajar
·
Tugas-tugasnya tidak selesai
·
Tidak pernah puas dengan hasil kerjanya
(perfeksionis)
·
Mudah terganggu konsentrasinya
·
Mempunyai masalah disiplin – berkeliling kelas,
terlambat, mengganggu kelas
·
Menyalahkan guru atau teman kalau ada masalah
·
Prestasi akademiknya rendah
·
Tidak punyai target, ambisinya kurang
C. KRITERIA UNDERACHIEVER
Pengklasifikasian IQ dalam
penelitian ini berdasarkan pada tes intelegensi ”Wechsler Intelligence Scale
for Children” yang sering dikenal tes intelegensi WISC. Tes intelegensi ini
merupakan perkembangan dari tes integensi ”Wechsler Bellevue Intelligence
Scale yang diciptakan David Wechsler pada tahun 1939. Distribusi IQ
yang gunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Distribusi IQ
IQ
|
KLASIFIKASI
|
> 130
|
Sangat Superior
|
120 – 129
|
Superior
|
110 – 119
|
Rata-rata Tinggi
|
90 – 109
|
Rata-rata
|
80 – 89
|
Rata-rata Rendah
|
70 – 79
|
Batas Lemah Mental
|
≤ 69
|
Lemah Mental
|
Sumber: Walgito, 1992: 152
Seseorang yang
mengalami underachievement pada umumnya menunjukan
karakteristik yang berbeda dengan lainnya. Berikut ini merupakan penjelasan
mengenai karakteristik underachiever.
Menurut Clark
(1992: 471) ada beberapa karakeristik yang ditunjukan siswa underachiever,
yaitu sebagai berikut:
1. Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau
potensi yang dimilikinya.
2. Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan
cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap
sekolah.
3. Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan
tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan
tugas.
4. Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.
5. Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut
di kelas.
6. Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah,
enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.
7. Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk
mengisi waktu luang.
8. Takut ujian dan berprestasi rendah.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria utama dari underachiever
yaitu adanya kesenjangan antara prestasi dengan kemampuan IQ. Prestasi
belajar yang diperoleh secara nyata berada di bawah standar minimal yang
seharusnya dicapai dengan tingkat IQ tertentu. Selain itu underachiever
menunjukan karakter pribadi yang cenderung perfectionis, terlalu sensitif,
kurang percaya diri, dan kurang berminat terhadap aktifitas sosial. Underachiever
lebih senang melakukan kegiatan sendiri daripada berkelompok. Berkaitan dengan
kegiatannya di sekolah, underachiever menunjukan sikap negatif
terhadap kegiatan sekolah. Kurang konsentrasi ketika belajar, menghindari
pekerjaan sekolah, disiplin rendah, dan kurang berminat dengan kegiatan yang
diselenggarakan sekolah merupakan beberapa karakteristik underachiever
jika dilihat dari sudut pandang sekolah.
D. PENYEBAB UNDERACHIEVER
Butler-Por
(dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) menyatakan bahwa underachievement bukan
disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik,
tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar.
Pernyataan ini dijelaskan oleh penelitian McClelland, Yewchuk dan Mulcahy
(dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) yang menyatakan bahwa ada dua set utama yang
mempengaruhi performa underachiever, yaitu (a) faktor emosi dan
motivasi, dan (b) faktor yang berhubungan dengan strategi belajar. McClelland
dan rekannya percaya bahwa ketika faktor-faktor pada kedua set tersebut
berkombinasi dan saling berinteraksi, bisa menjadi konsekuensi yang paling kuat
untuk mencegah siswa menjadi underachiever (dalam oxfordbrooks.ac.uk,
2006).
a) Faktor yang berkaitan dengan Strategi Belajar
Berikut
merupakan faktor yang berhubungan dengan bagaimana indvidu belajar yang
dikemukakan McClelland, Yewchuk dan Mulcahy (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006)
1. Tidak bisa menampilkan performa yang baik dalam situasi
tes.
2. Meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu
pelajaran, sebagian atau keseluruhannya.
3. Mengumpulkan tugas yang belum selesai atau yang
dikerjakan secara asal-asalan.
4. Menghindari untuk mencoba hal-hal baru.
5. Mempunyai
kecenderungan perfeksionis dan self-critism.
6. Kesulitan
untuk bekerja dalam kelompok.
7. Membuat
tujuan yang tidak realistis, terlau tinggi atau terlalu rendah.
8. Tidak
menyukai kegiatan yang membutuhkan latihan teratur, mengingat dan yang
membutuhkan penguasaan keahlian tertentu.
9. Sulit untuk memberikan atensi dan berkonsentrasi dalam
tugas.
10. Sulit menjalin dan mempertahankan hubungan persahabatan
dengan teman-teman sebayanya.
Salah satu
penyebab utama anak menjadi underachiever ialah cara kita
membimbing anak kita baik di rumah maupun di sekolah. Kita menggunakan memakai
metode one size fits all ( atau dalam ukuran baju disebut free
size atau all size). Artinya anak dipaksakan mengikuti sistem
yang ada. Misalnya, guru mengatakan bahwa kurikulum sudah demikian maka anak
harus mengikutinya begitu.
Orang tua juga
hanya menurut guru dan berkata pada anak,” Apa yang dikatakan guru sudah bagus.
Kamu harus ikut sistem sekolah!” Prestasi anak menjadi rendah, namun tidak
pernah terpikirkan bahwa mungkin caranya yang salah, bukan anaknya.
Lalu bagaimana
solusinya? Anak-anak underachiever butuh curahan kasih sayang yang
lebih. Orang tua dan para pendidik perlu menerima anak apa adanya. Untuk
mengatasi metode one size fits all kita butuh program yang sangat spesifik
untuk tiap-tiap anak. Penting sekali bagi kita untuk mengenali keunikan
anak sehingga kita bisa menciptakan lingkungan yang menjamin kesuksesan
bagi tiap anak.
Munculnya underachiever tidak
serta merta dengan sendirinya. Ada beberapa faktor yang berpotensi menjadi
penyebab underachiever. Berdasarkan kajian teori yang peneliti
lakukan, diasumsikan beberapa faktor penyebab underachiever, yaitu
kondisi fisik, keadaan psikis, keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut nantinya menjadi fokus dalam penelitian ini.
b)
Kondisi Fisik
Seperti yang diungkapkan Semiawan
(2004) (www.smp.alkausar.org) bahwa ”faktor-faktor
penyebab underachieveryang berasal dari sisi fisik misalnya anak
mengalami sakit, ada gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau ada cacat
fisik”. Hal-hal tersebut sangat mungkin menganggu proses belajar anak sehingga
prestasinya tidak bisa menggambarkan kemampuannya.
Meliala (2006) (www.ditplb.or.id) menambahkan bahwa “kondisi fisik yang bisa
menyebabkan siswa underachiever misalnya anak
mengalami sakit, ada gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau ada
cacat fisik lainnya”. Hal-hal tersebut sangat mungkin menganggu proses belajar
anak sehingga prestasinya yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang
sebenarnya.
c)
Kondisi Psikis
Selain kondisi fisik, kondisi
psikis juga berpeluang menjadi faktor penyebab munculnya underachiever.
Beberapa ahli mengungkapkan pendapat mengenai kondisi piskis yang rentan
menjadi penyebab underachiever.
Menurut Munandar (2004: 241) ada
beberapa kerentanan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi underachiever,
yaitu:
1.
Perfeksionisme, yaitu
dorongan untuk mencapai kesempurnaan.
2.
Supersensitivity, yaitu kepekaan yang berlebih.
3.
Kurang keterampilan sosial.
Hawadi (2004: 73) menyebutkan
faktor-faktor kepribadian yang bisa menyebabkan siswa underachiever seperti perfectionism, terlalu
sensitif, tidak berdaya guna dalam keterampilan sosial, malu dan rendah diri
karena berbeda dengan siswa lain, tidak percaya diri, dan terlalu banyak
kegiatan.
Clark (1992: 472) juga menyebutkan
kondisi pribadi anak yang berpotensi menyebabkan underachiever,
yaitu sebagai berikut:
1. Adanya tekanan dalam diri sendiri
untuk mencapai kesempurnaan.
2. Memiliki sensitivitas yang tinggi.
3. Kurangnya kemampuan sosial.
4. Merasa tertekan karena dianggap
berbeda dengan anak lain, sehingga dikucilkan.
5. Merasa tidak cocok dengan
kurikulum sekolah.
6. Kurang sesuai dengan cara mengajar guru.
7. Kurang nyaman dengan lingkungan
kelas.
8. Terlalu banyak minat terhadap
sesuatu, sehingga sulit fokus.
9. Terlalu banyak kegiatan sehingga
tidak bisa memanajemen kegiatannya sendiri.
a. Faktor Emosi dan Motivasi
Yang
termasuk dalam faktor ini adalah (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006)
1. Tidak menyadari potensinya, sehingga mereka kurang
memahami dirinya dan orang lain (Buteler-Por, 1987)
2. Mempunyai harapan/target yang terlalu rendah (Montgomery,
1996), sehingga membuat mereka tidak mempunyai tujuan dan nilai yang jelas
(Butler-Por, 1987).
3. Mempunyai self-esteem yang rendah, dan menjadi
peka terhadap penilaian orang lain (Butler-Por, 1987).
4. Pernah
mengalami ‘high incident of emotional difficultiies’ (Pringle, 1970),
dan membuat mereka depresi atau cemas (Butler-Por, 1987).
5. Tidak
termotivasi untuk berprestasi di sekolah (Montgomery, 1996).
6. Takut
mengalami kegagalan (Montgomery, 1996).
7. Takut
mengalami kesuksesan (Montgomery, 1996)
8. Menyalahkan
orang lain (Montgomery, 1996)
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pada siswa yang mempunyai kecenderungan underachievement
akan mengalami self-fullfilling yang makin memperkuat pola underachievement
pada diri mereka. Individu yang tidak menyadari potensi dirinya akan menjadi
lebih tertekan bila diberikan komentar seperti “kamu bisa melakukannya dengan
lebih baik” akan membuat mereka melajutkan kecenderungan underachievement
(oxfordbrooks.ac.uk, 2006).
d)
Sosial
a.
Keluarga
Berdasarkan beberapa literatur
diketahui bahwa orang tua ternyata berpeluang menjadi faktor penyebab underachiever.
Berikut ini pendapat para ahli yang menyatakan bahwa keluarga sebagai salah
satu penyebab underachiever.
Hawadi (2004: 71) menyatakan
bahwa ada beberapa faktor dari keluarga yang berpotensi menyebabkan siswa underachiever,
yaitu:
1. Belajar dan prestasi tidak
mendapat penghargaan.
2. Tidak ada sikap positif orang tua
terhadap karier anak.
3. Orang tua terlalu dominan dalam
belajar anak.
4. Prestasi anak menjadi ancaman
kebutuhan superioritas orang tua.
5. Adanya perebutan kekuasaan dalam
keluarga.
6. Status sosial ekonomi yang
rendah.
7. Keluarga mengalami disfungsi
dengan berbagai alasan.
Munandar (2002: 343)
menyebutkan bahwa ada beberapa kondisi keluarga yang dapat
mengakibatkan anaknya menjadi underachiever diataranya “keluarga
dengan moral rendah, keluarga terpecah (perceraian atau kematian), perlindungan
berlebih dari orang tua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan
secara berlebih, dan ketidakajegan sikap orang tua”.
Menurut Rimm dalam
Sabili (1998 (www.gwocities.com) ada
beberapa faktor penyebab underachiever yang berasal dari
keluarga, yaitu:
1.
Perilaku orang tua yang perfectionist.
2.
Orang tua terlalu meremehkan kemampuan anak
3.
Orang tua kurang perhatian
4.
Orang tua bersikap terlalu permisif
5.
Konflik keluarga yang serius
6.
Orang tua sering mengkritik
7.
Orangtua terlalu melindungi (overprotective)
Berdasarkan penjelasan para ahli
di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab underachiever yang
berasal dari keluarga terdiri dari keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang
tua, dan kondisi sosial ekonomi keluarga.
b.
Sekolah
Selain faktor keluarga ternyata
sekolah juga berpeluang menjadi salah satu faktor penyebab underachiever.
Siswa menghabiskan sebagian waktunya untuk belajar di sekolah. Oleh sebab itu
sekolah berperan dalam menciptakan siswa berprestasi. Akan tetapi pada
kenyataannya sekolah juga berpotensi menyebabkan siswanya kurang mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki.
Seperti yang diungkapkan oleh
Hawadi (2004: 70) bahwa terdapat beberapa faktor sekolah yang menjadi
penyebab underachiever, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan sekolah tidak
mendukung atau memberikan penghargaan terhadap keberhasilan akademik.
2. Kurikulum tidak cocok dengan
siswa.
3. Lingkungan kelas yang kaku dan
otoriter.
4. Penghargaan tidak dibuat untuk
perbedaan individual.
5. Gaya belajar siswa yang tidak
cocok dengan cara mengajar guru.
Selain itu Clark (1992: 475) juga
menyebutkan beberapa kondisi lingkungan sekolah yang menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya underachiever, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak adanya pengelompokan khusus
bagi anak biasa dan anak berbakat tetapi cenderung dicampur dalam satu kelas.
2. Lingkungan sosial sekolah yang
tidak mendukung terpenuhinya kebutuhan anak berbakat.
3. Lingkungan kelas yang kaku.
4. Prestasi akademik siswa kurang
mendapat perhatian sekolah.
5. Lingkungan kelas yang terlalu
menunjukan kompetisi bagi siswanya dan terlalu kritis.
e)
Teman Sebaya
Teman sebaya siswa berbakat ternyata
juga berpotensi menyebabkan underachiever. Menurut Runikasari (2008 (www.lptui.com) “salah pilih teman juga bisa
menyebabkan seorang remaja menjadi underachiever”. Pada usia
remaja, teman menjadi segalanya bagi mereka, sehingga sangat sulit menolak
pengaruh dari teman. Ketika berteman dengan anak-anak yang kurang memperhatikan
prestasi, maka akan membuat siswa juga malas belajar. Hal ini dilatarbelakangi
oleh adanya ketakutan ditinggalkan teman, sehingga mereka lebih baik
mengalahkan prestasi belajar daripada pertemanannya.
Berdasarkan penjelasan para ahli
dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab underachiever yang
berasal teman sebaya terdiri dari:
1.
Keberadaan teman sebaya yang memiliki kesamaan minat
dan bakat untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya.
2.
Keterlibatan dalam kegiatan yang dilaksanakan bersama
kelompok sebaya.
f)
Masyarakat
Menurut Hawadi (2004: 72)
lingkungan sekitar tempat tinggal siswa berbakat juga berpotensi menjadi salah
satu penyebab underachiever. Adanya harapan
dari lingkungan sekitar yang menuntut anak berbakat harus memiliki
prestasi yang baik dalam segala bidang, terkadang membuat anak justru merasa
terbebani. Akibatnya anak berbakat yang seharusnya mampu menunjukan prestasi tinggi
sesuai dengan tingkat kecerdasan, justru menunjukan hal yang sebaliknya.
Prestasi belajar yang diperoleh bertolak belakang dengan tingkat kecerdasannya
yang tinggi, dan hal ini dikenal dengan underachievement.
E. CARA MENANGANI UNDERACHIEVER
a)
Yang Dapat Dilakukan Orangtua
1. Ciptakan
gaya hidup sehat dengan membangun harmoni antara kondisi fisik, mental, dan
emosional. Misalnya dengan memberi nutrisi yang baik, latihan atau olahraga,
serta pengelolaan stres.
2. Cari
bantuan konseling untuk anak dan seluruh keluarga jika perlu. Jika seluruh
keluarga ikut terlibat konseling, diharapkan perubahan dapat lebih cepat
terjadi karena dukungan dari seluruh keluarga. Perubahan perilaku bukan hanya
dari anak tetapi juga perubahan perlakuan anggota keluarga yang lain terhadap
anak.
3. Cari
guru pembimbing untuk membantu anak mengatasi kelemahan dalam
pelajaran-pelajaran tertentu.
4. Komunikasikan
harapan yang tinggi terhadap anak dengan rasa cinta, penuh pujian, kebanggaan
dan respek.
5. Adakan
pertemuan keluarga untuk menetapkan target jangka pendek dan jangka panjang dan
membuat aturan-aturannya, serta buatlah semacam “kontrak” (kesepakatan
bersama).
6. Jadikan
keluarga sebagai sistem pendukung dan unit pemecahan masalah yang bermanfaat
bagi anak, dipandu orangtua yang menjalankan peran pemimpin tapi berbasis
cinta.
7. Menekankan
kerja keras sebagai kunci sukses, dengan usaha individual, motivasi dari dalam
diri, komitmen dan kepercayaan diri sebagai resep keberhasilan.
8. Rancang
waktu-waktu beraktivitas di sekitar rumah selama 25 – 35 jam per minggu
(misalnya membaca, melakukan hobi, olahraga, dan lain-lain) dan mengeksplorasi
lingkungan bersama-sama sebagai sumber belajar.
9. Cobalah
untuk tertarik pada aktivitas anak di sekolah dan di rumah. Dorong anak untuk
menceritakan aktivitas mereka.
10. Jangan
membandingkan antar saudara, pandang setiap anak sebagai individu yang memiliki
keunikan kualitas dan kemampuan.
11. Bantu
anak mengelola waktu dan menetapkan prioritas.
12. Dorong
anak untuk memiliki minat di luar sekolah. Ketika hasil belajarnya buruk, jangan
cepat-cepat menuding kegiatan luar sekolah sebagai sumber masalah dan menghukum
anak untuk tidak boleh lagi berkegiatan.
13. Bantu
anak mendapatkan mentor/pembimbing yang dapat menjadi model menyangkut suatu
karier atau kualitas personal yang diinginkan. Misalnya, bukakan jalinan
interaksi dengan paman yang bisa menjadi model peran, atau Anda sendiri yang
berusaha untuk dapat menjadi model bagi anak.
14. Batasi
waktu menonton TV dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang realistis.
15. Konsisten
dan tenang menghadapi naik turunnya prestasi anak, fokuskan pada masalah,
jangan bertindak emosional.
b) Yang
Dapat Dilakukan Orangtua Bersama dengan Sekolah
Berikut
ini beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk menjalin kerjasama
dengan guru dalam mengatasi masalah anak underachiever:
1. Berkonsultasi
secara berkala dengan guru-guru untuk memonitor perkembangan prestasi anak.
2. Terlibatlah
dalam aktivitas sekolah, Anda akan bisa lebih mengerti apa yang diharapkan
sekolah dari siswa-siswanya dan bagaimana mereka memperlakukan siswa.
3. Pastikan
bahwa guru anak Anda ikut menyadari adanya masalah underachievement
ini dan akan melakukan usaha untuk mengarahkan anak Anda.
4. Pastikan
anak Anda bisa mengikuti kelas remedial atau konseling
individual/kelompok jika diperlukan.
5. Tanyakan
pada pihak sekolah apakah ada cara belajar tertentu di sekolah yang mesti
dikuasai anak ; dan jika ada, usaha apa yang dilakukan sekolah untuk
mengajarkannya, dan apa dukungan yang bisa diberikan orangtua di rumah.
6. Tanyakan
pada pihak sekolah apa saja yang mereka lakukan agar kurikulumnya menantang,
bermakna secara personal, dan rewarding untuk anak.
Kembangkan
terus kerjasama dengan pihak sekolah yang disesuaikan dengan permasalahan
spesifik anak. Kerjasama dengan sekolah merupakan suatu hal yang patut dan
berharga untuk dibangun oleh orangtua dalam mengoptimalkan prestasi anak, baik
secara akademik maupun non akademik sesuai dengan bakat dan minat anak.
Sementara itu
jangan lupa untuk terus melakukan perbaikan internal di dalam rumah yang dapat
lebih mendorong anak untuk mau berprestasi. Sesuaikan dengan kondisi
perkembangan psikologis anak terutama remaja yang sedang berada dalam masa
perubahan dari anak-anak menjadi dewasa. Komunikasikan usaha-usaha yang
dilakukan orangtua dengan sekolah sehingga tidak ada salah satu pihak yang
merasa disalahkan sebagai penyebab anak menjadi underachiever. Bagi para
orangtua, kenali secara dini gejala underachiever ini. Cari informasi
tentang minat dan bakat anak yang sesungguhnya untuk bisa mengetahui apakah
prestasi sekolahnya sudah optimal.
F. CARA ANAK MENUNJUKKAN
DIRINYA
Berikut ini
merupakan berbagai macam cara anak menunjukkan diri mereka kepada dunia:
a.
Performer
Anak performer
senang jadi pusat perhatian dan spontan, misalnya sering jadi ‘badut’ kelas.
Mereka juga aktif, kompetitif, suka tantangan dan suka adu argument dengan
orang tua. Selain itu anak performer suka pelajaran yang fun, yang
menyenangkan, dan relevan dengan kehidupannya sehari-hari. Untuk mengajar
mereka, pelajaran harus bervariasi dan sebisa mungkin libatkan mereka untuk
terjun langsung dalam belajar (hands on).
Anak-anak
demikianlah yang sering disebut anak-anak sulit atau bandel di sekolah. Karena
sering membuat keonaran, hal-hal yang lucu, memberi komentar-komentar yang
tidak pada tempatnya, merekalah yang paling sering menyulitkan guru dan orang
tua. Mereka suka materi yang singkat dan to the point. Juga responsif
jika belajar dengan game ; Mereka butuh waktu yang bebas. Anak seperti
ini tidak bisa diberlakukan jadwal yang begitu padat.
b.
Produser
Mereka adalah
anak efisien yang paling disayang oleh guru dan orang tua. Kalau Anda memiliki
anak seperti ini rasanya tenang sekali. Ia tertib, suka membuat rencana dan
aturan atau hal-hal terstruktur. Anak-anak ini sangat produktif. Nilai-nilai
ulangan anak produser juga biasanya bagus. Dengan sifat-sifat rajin, fokus,
rapi, tertib, maka tidak heran bila mereka disayang orang tua.
c.
Penemu
Anak dengan disposisi ini
merupakan anak yang cerdas. Banyak bertanya dan tangannya terampil, suka
otak-atik. Ia suka menyendiri, suka berpikir secara konkrit.
Dalam memecahkan masalah sehari-hari (riil) mereka bagus sekali.
Mereka butuh stimulus
intelektual. Artinya mereka perlu diajak bicara cukup ‘tinggi’ pada level
pengetahuannya. Orang tua perlu memberi kesempatan agar mereka bisa
menyumbangkan kemampuan mereka.
d.
Pencipta dan
Pemikir.
Anak-anak ini memiliki imajinasi
yang tinggi, sering melamun. Bedanya dengan anak penemu tadi ialah, anak
pencipta suka berpikir abstrak. Anak tipe ini bisa mengaitkan
konsep abstrak, bahwa anak yang mendapat kasih sayang dari ke dua orang tua
lebih beruntung dari binatang-binatang yang punya satu orang tua atau tidak
punya orang tua.
Anak pencipta dan pemikir juga
senang bertanya dan terbuka dengan ide yang baru. Berorientasi pada ide, mereka
senang menyendiri untuk berpikir. Anak ini perlu penyaluran ide-ide baru yang
diciptakannya. Di rumah, dia butuh waktu untuk menyendiri. Jangan beri jadwal
yang padat.
e.
Sosial dan Inspirator
Ibu Theresia dan Marthin Luther
King ialah contoh orang dengan disposisi ini. Individu yang bersifat sosial dan
yang memberi inspirasi bagi lingkungannya. Anak sosial paham dan peduli dengan
perasaan orang lain. Mereka sangat efektif bekerja dalam kelompok karena tidak
egois. Anak ini menciptakan kerjasama dalam kelompok dan biasanya menjadi leader.
Sifat lain adalah adil, penolong
dan rela berkorban. Dalam hal rela berkorban ini, sebagai orang tua, kita perlu
membantu anak untuk mengatakan ‘tidak’ kepada teman-temannya. Ia biasanya
‘diperbudak’ oleh teman-temannya karena terlalu baik hati.
Anak ini sangat people-oriented,
cinta harmoni - dalam arti tidak suka menentang orang lain. Suka ngobrol.
Hal-hal yang perlu kita lakukan ialah memberi kesempatan dia menolong orang
lain, namun ajari dia untuk tidak terlalu larut dalam menolong orang itu.
salm kenal mbakk
BalasHapusterimakasih atas artikelnya ini,,.
Model atau metode yang cocok untuk anak underachiever apa ya?
BalasHapusterimakasih....
BalasHapussangat bermanfaat