OLEH: ANJAR RAHARYANTI (101014056)
BAB I
PENDAHULUAN
Seringkali kita mendengar ada orang
tua yang dipanggil oleh guru diakibatkan prestasi belajar anaknya tidak
mengalami peningkatan dan bahkan justru di sekolah perilakunya membuat pusing
guru dan teman-temannya. Anak yang demikian seringkali dianggap sebagai pembuat
masalah dalam keluarga dan di sekolah. Mereka dianggap nakal, bodoh, tidak
dapat belajar, dan tidak dapat bergaul dengan baik.
Perlu
dipahami oleh para orang tua bahwa semuan anak itu sejak lahir pasti memiliki
bakatnya masing-masing, bila dalam perkembangannnaya ternyata diketahui anak
memiliki suatu gejala kesulitan, tentunya ada suatu hal yang menyebabkan. Salah
satunya adalah gangguan belajar distrakbilitas atau bisa disebut pula gangguan
yang dialami anak pada pemusatan perhatiannya.
Untuk
bisa ataupun membantu anak yang memiliki gannguan tersebut tentunya diperlukan
pemahaman tentang apa itu distrakbilitas, faktor penyebabnya serta cara atu
solusi untuk menanganinya. Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan secara
lebih gamblang tentang gannguan belajar Distrakbilitas.
Adapun
fungsi pemahaman diktraktibilitas dalam Bimbingan dan Konseling adalah sebagai
pemahaman konselor agar mengetahui gejala distrakbilitas, sehingga konselor
dapat menyikapi anak yang mengalami distrakbilitas sesuai pada tempatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1)
Definisi Distraktibilitas
Distrakbilitas adalah bagian dari Gangguan
Pemusatan Perhatian (GPP). Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP)
adalah suatu gangguan pada otak yang mengakibatkan kesulitan konsentrasi dan
pemusatan perhatian. Sebanyak 80% pasien GPP memperlihatkan kesulitan belajar
dan kelainan perilaku.
Distraktibilitas merupakan gangguan akibat
kekurangan perhatian, anak dengan Gangguan Pemusatan perhatian (GPP) ini mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan
rangsang yang kurang menonjol, yang dapat berupa distraktiblitas visual (penglihatan),
auditoris (pendengaran), dan internal.
2)
Macam-macam Distraktibilitas
a.
Pada distraktiblilitas visual, konsentrasi visual dialihkan ke
benda-benda yang dilihatnya. Kedua matanya terus menerus menyelidik dan mencari
pengalaman visual yang lebih baru serta lebih baik, Akibatnya anak GPP sering
memperlihatkan kekeliruan khas sewaktu membaca dan cenderung melompati
kata-kata atau bahkan melewati begitu saja kalimatnya.
b.
Pada distraktibilitas auditoris menyebabkan perhatian anak GPP
mudah teralih kepada suara-suara latar belakang.
c.
Pada distraktibilitas internal menyebabkan penderita terganggu
oleh rangsangan yang berasal dalam dirinya berupa pikiran, ingatan maupun
asosiasinya sendiri. Terlihat anak GPP sering melamun sehingga tidak memperhatikan
pelajaran di kelas.
3)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Distrakbilitas
Permasalahan
gangguan atau pemusatan perhatian yang juga biasa dikenal dengan konsentrasi
diperkirakan berasal dari berbagai faktor, (Iqeq, 2003), antara lain :
GPP
diperkirakan berasal dari berbagai faktor,
antara lain:
1. Faktor genetik terutama pada anak laki-laki
2. Gangguan pada masa prenatal dan
perinatal
3. Ibu hamil yang kecanduan alcohol
4. Akibat trauma kepala
5. Keracunan timbal, zat pewarna dosis
tinggi dalam makanan
6. Tekanan psikologis seperti tidak
mendjapat perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya, sehingga kebutuhan dasar
anak tidak terpenuhi.
7. Faktor psikososial
4)
Gejala-gejala Gangguan Pemusatan
Perhatian selain distrakbilitas adalah:
·
Gangguan perhatian
·
Hiperaktivitas
·
Impulsif
·
Tidak pernah puas
·
Kurang ulet
·
Selalu berubah
·
Kegagalan Sosial
·
Superfisialitas
·
Inkoordinasi
·
Adanya gangguan belajar
5)
Perbedaan antara gejala distrakbilitas
dengan gejala Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP) lain
1. Gangguan perhatian
Anak
tidak mampu memusatkan perhatiannya kepada sesuatu hal atau obyek tertentu
untuk jangka waktu yang cukup lama. Beberapa ahli menyebutkan perhatian anak
pada kelompok ini kurang dari 10 detik.
2.
Hiperaktivitas
Hiperaktivitas merupakan aktivitas motorik yang tingi dengan ciri-ciri aktivitas selalu berganti, tidak mempunyai tujuan tertentu, ritmis dan tidak bermanfaat. Anak hiperaktif lebih banyak mengalam gerakan mata diluar tugasnya, sehingga gerakan menoleh lebih banyak dibandingkan anak normal. Gejala tersebut akan berkurang sesuai dengan bertambahnya umur dan sebagian akan menghilang pada waktu masa remaja.
Hiperaktivitas merupakan aktivitas motorik yang tingi dengan ciri-ciri aktivitas selalu berganti, tidak mempunyai tujuan tertentu, ritmis dan tidak bermanfaat. Anak hiperaktif lebih banyak mengalam gerakan mata diluar tugasnya, sehingga gerakan menoleh lebih banyak dibandingkan anak normal. Gejala tersebut akan berkurang sesuai dengan bertambahnya umur dan sebagian akan menghilang pada waktu masa remaja.
3.
Impulsif
Anak dengan GPP cenderung bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakan itu. Mereka cenderung memberikan respon pertama yang masuk dalam pikirannya dan lebih senang "cepat selesai" dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat impulsivitas: anak GPP tidak tepat dalam membaca, mengeja, dan berhitung meskipun konsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.
Anak dengan GPP cenderung bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakan itu. Mereka cenderung memberikan respon pertama yang masuk dalam pikirannya dan lebih senang "cepat selesai" dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat impulsivitas: anak GPP tidak tepat dalam membaca, mengeja, dan berhitung meskipun konsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.
4.
Tidak pernah puas
Biasanya anak GPP akan selalu
meminta pada orangtuanya dan bila keinginannya telah terpenuhi anak GPP tidak
akan puas begitu saja tetapi akan meminta hal lain. Dan rasa tidak puas
tersebut tidak menimbulkan semangat yang positif tetapi justru negatif.
5. Kurang ulet
Anak GPP akan menunjukkan sifat
kurang ulet dalam bekerja sehingga pekerjaannya jarang pernah selesai. Anak GPP
juga akan mudah lelah sehingga bila berpikir lama akan mudah menguap,
menggeliat. Biasanya jam tidur juga tidak berimbang. Siang hari sukar tidur dan
pada malam hari sering terbangun.
6. Selalu berubah
Perhatian anak GPP akan sangat tergantung pada motivasinya. Pada motivasi yang tinggi fokus
perhatian akan lebih tajam, misalnya: mengikuti acara televisi tertentu.
7. Kegagalan Sosial
Anak GPP sulit untuk bekerjasama
dengan anak lainnya, disebabkan antara lain:
b.
Anak GPP tidak memperhatikan ekspresi wajah teman-temannya
saat berkomunikasi. Hal tersebut disebabkan karena anak GPP tidak mempunyai
perhatian secara visual (distraktibilitas visual)
c.
Anak GPP tidak memperhatikan kata-kata teman-temannya. Hal
tersebut disebabkan karena anak GPP tidak mempunyai perhatian auditoris
(distraktibilitas auditoris)
d.
Anak GPP tidak memperhatikan terhadap isyarat umpan balik
sosial
e.
Anak GPP cenderung mengabaikan keseimbangan sosial dalam hal
memberi,meminta dan berbagi.
8.
Superfisialitas
Anak GPP cenderung dangkal dalam hal minat dan semangatnya. Pada tahun-tahun pertama di sekolah dasar prestasinya culup baik karena pelajarannya belum terinci dan kompleks. Tetapi menginjak akhir SD atau awal SLTP, mulai timbul banyak kesulitan. Hal tersebut disebabkan disamping materi akademiknya semakin kompleks juga disebabkan karena anak GPP hanya mau belajar garis besarnya saja.
Anak GPP cenderung dangkal dalam hal minat dan semangatnya. Pada tahun-tahun pertama di sekolah dasar prestasinya culup baik karena pelajarannya belum terinci dan kompleks. Tetapi menginjak akhir SD atau awal SLTP, mulai timbul banyak kesulitan. Hal tersebut disebabkan disamping materi akademiknya semakin kompleks juga disebabkan karena anak GPP hanya mau belajar garis besarnya saja.
9. Inkoordinasi
Anak GPP sukar melakukan kegiatan
motorik halus, sehingga mengalami berbagai
kesulitan seperti mengikatkan tali sepatu, mengancingkan baju.
10.
Adanya
gangguan belajar
Delapan puluh persen anak GPP akan mengalami
kesulitan belajar. Hal itu disebabkan karena gangguan pemusatan
perhatian biasanya terdapat bersama-sama dengan gangguan
spesifik lainnya seperti kesulitan membaca, kesulitan berhitung. Pada umumnya
orang dan pendidik menganggap gangguan pemusatan
perhatian menyebabkan kesulitan belajar sehingga dengan
terapi pemusatan perhatian akan meningkatkan prestasi akademis. Penelitian
lebih lanjut membuktikan bahwa dengan pengobatan, pada
anak GPP didapatkan adanya perbaikan perilaku dan
kegiatan di sekolah sedangkan kemampuan membaca, mengeja dan matematika tidak
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ganggaun perhatian merupakan gejala yang muncul sebagai simtom penyerta kesulitan belajar dan bukan merupakan
penyebabnya.
6)
Pengaruh
Sulit Berkonsentrasi terhadap Perkembangan Anak
Anak dengan
permasalahan ketidakmampuan untuk memusatkan pehatian sangat berpengaruh
tidak hanya bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi teman-teman
sekelasnya. Karena kurangnya pemusatan perhatian anak sering gagal dalam
mengerjakan tugas secara detail atau kesalahan dalam tugas
sekolah, pelajaran atau aktivitas lainnya. Jika perilaku ini berlanjut, maka ia
akan menjadi individu kurang bisa menimba ilmu,
mengabaikan tugas, kurang mampu mengorganisir aktivitasnya, mudah terganggu stimulus dari luar (Ekstraneus) bahkan menjadi orang
yang mudah lupa.
Contoh :
a. Seorang ibu merasa kecewa sebab
anak tunggalnya tidak masuk dalam grup tari menyambut perayaan
17 Agustus. Pada awal seleksi, anak tersebut diikutkan, namun beberapa hari
latihan ia tidak mampu melakukan gerakan-gerakan yang
diajarkan. Setelah beberapa kali latihan dengan latihan
tambahan, tidak ada cara lain selain mengeluarkan anak tersebut dari grup tari
dengan alasan anak itu tidak memperhatikan apa yang
diajarkan, sementara hari perayaan semakin dekat. Pendidik
yang bijak adalah hendaknya melatih anak yang perhatiannya kurang terpusat
dalam grup tari yang gerakannya begitu mudah serta group
itu tidak untuk diperlombakan melainkan sekedar ikut
meramaikan.
b.
Untuk kesekian kalinya seorang Pendidik di sebuah TK mengeluh pada
seorang orangtua murid yang masih tertinggal jauh dalam
melafalkan kata-kata baru. Telah berbagai cara dan peragaan yang dilakukan pendidiknya tetapi tetap saja dengan hasil yang sama,
melafalkannya hanya sekali pengulangan selanjutnya ia
tidak mampu. Setelah diidentifikasi
ternyata murid tersebut lebih tertarik pada stimulus
luar berupa bunyi khas penjual mainan yang selalu mangkal di depan sekolah.
Perhatiannay lebih tertuju pada bunyi tersebut dibandingkan
dengan instruksi pendidik untuk melafalkan kata-kata
baru.
7)
Penanganan
anak Distrakbilitas
Ø
Intervensi
Hal yang perlu diingat
dalam memberikan intervensi anak yang memiliki konsentrasi yang rendah
haruslah sabar dan jangan memaksa karena anak cenderung
memberontak. Cermati keisengan anak, apakah anak senang
melaksanakan program kegiatan melalui cerita atau bermain dengan menggunakan alat.
a. Mencermati
aktivitas atau kegiatan yang disukainya, dengan ciri anak akan memiliki
perhatian yang lebih pada aktivitas tersebut dibandingkan dengan
yang lain. Misalnya, anak suka sekali memperhatikan
gambar-gambar hewan. Hal ini dapat dijadikan dasar pendekatan kepada anak
melalui hal yang disukainya.
b. Mengajarkan dan menguatkan perhatian yang terfokus
dan mendetail. Anak dibanding bersama
utuk memperhatikan sesuatu dengan seksama. Misalnya dengan
memperhatikan stimulus yang berupa gambar-gambar untuk
mecari persamaan dan perbedaan. Selain itu, bagi anak-anak yang suka bermain balok dan puzzle, dapat bersama-sama mengerjakan
jenis-jenis mainan edukatif seperti ini dapat melatih
daya konsentrasi anak.
c. Dalam
menata ruangan kelas, haruslah rapi sehingga anak tidak cepat beralih perhatiannya.
d. Memberi pujian atau ganjaran kepada anak, bila anak
dapat berhasil menyelesaikan tugas dengan
baik. Perlu diperhatikan bahwa tugas yang diberikan jangan
terlalu sulit atau terlalu mudah dan dalam proses
menyelesaikan tugas.
Selain intervensi di atas, maka intervensi
praktis melalui langkah-langkah penanganan bagi anak dengan gangguan
perhatain atau sulit berkonsentrasi digambarkan dalam beberapa pendekatan
berikut :
1.
Mengelola
kelas oleh pendidik (Schacher, 1991)
sebagai berikut :
a. Memberikan
intruksi yang jelas atau komentar yang jelas disertai dengan ritem suara, mimik
dan gerakan yang mengundang perhatian anak tetapi tidak berlebihan.
b. Berhenti
sejenak untuk memberikan kontrol non-verbal dengan menatap anak yang bermasalah
atau mengabaikan dengan menatap anak yang bermaslah atau mengabaikan tugasnya
dengan tidak atau kurang memperhaitkan, perlahan mendekati teman sebayanya
kemudian mendekatinya dan mengubah posisi sebagian kontrol non-verbal.
c. Mengembalikan
fokus pada tugas.
d. Memberikan
dorongan dengan penjelasan
e. Mengechoh
tugas atau membrikan aturan-aturan dalam nada rendah.
f. Memberikan
pertanyaan tentang perilaku, menanyakan apa yang sedang dilakukan.
g. Deskripsi
perilaku untuk mengidentifikasi penyimpangan atau gangguan, dengan mendekati
anak dan mengarahkannya untuk mendeskripsikan perilakunya dengan nada rendah.
h. Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang ringan dan simple mengenai masalah untuk membangun
komunikasi dua arah, diarahkan untuk bisa berbagi.
i.
Memberikan pilihan yang
dipaksakan, dengan mengintruksikan kebebasan memilih alternatif dengan
pengantar kata atau dan konsekuensi pilihan adalah tidak boleh salah pilih.
j.
Pengarahan kembali
dengan selang waktu atau jeda waktu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
adanya konfrontasi atau mereda perdebatan. Bila keadaan sudah parah, artinya
pendidik sudah berusaha semaksimal mungkin, maka segera komunikasikan hal ini
kepada ogantua anak untu memberikan intervensi lebih lanjut.
2.
Mengelola
kontingensi Sekolah-Rumah
Akan lebih baik lagi jika
intervensi yang diberikan dibangun atas
kerjasama dan
koordinasi yang baik antara orangtua dan pendidik. Koordinasi
ini dapat ditempuh melalui managemen kontingensi
sekolah-rumah. Menagemen kontingensi sekolah-rumah adalah upaya yang dilakukan untuk menangani
anak yang sulit berkonsentrasi, penaganan ini dilakukan tidak hanya disekolah oleh pendidik melainkan saat dia ada di rumah oleh
orangtuanya. Managemen penanganan dilakukan dengan tetap
mengontrol penampilan akademik maupun tingkah laku anak oleh orang tua dan pendidik. Teknik penanganan ini diupayakan
untuk membuat anak dapat mengurangi perilaku mengganggu di
kelas serta meningkatkan kinerja pada berbagai tugas sekolah, sekaligus dapat
digunakan untuk memecahkan masalah di rumah. Inti penanganan
dengan teknik ini adalah memuji perilaku yang tepat dan perlunya
pengingat atau hukuman yang perilaku yang tidak tepat. Keberhasilan penanganan
ini tergantung pada kemanapun pendidik untuk memonitor
perilaku murid dan menyediakan umpan balik secara tegas. Selain itu, di rumah
pun orang tua berperan aktif dalam menerapkan teknik
penanganan ini. Kerjasama antara orangtua dan pihak
sekolah dalam penerapan program penanganan ini harus ada konsistensi (Glasser,
1996).
Contoh
:Anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian atau kesulit
berkonsentrasi diintruksikan oleh pendidik (bila di
sekolah) dan orang tua (bila di rumah) untuk tidak melakukan perilaku mengabaikan tugas atau hendaknya ia lebih memusatkan
perhatiannya. Dengan berbagai pola ketentuan dan monitor
yang tepat atau kerjasama orangtua dan pendidik, anak melakukan perilaku
target yang ingin mendapat reword, apakah berupa pujian atau
dalam bentuk insentif atau mungkin berupa benda yang
dapat menjadi stimuli perilaku target itu untuk terus dimunculkan, sehingga
pada akhirnya nanti akan menjadi perilaku yang melekat.
Demikian pula halnya jika perlunya pengingat berupa
hukuman ataupunshment
untuk perilaku yang tidak diinginkan.
Penangaran anak dengan permasalahan perilaku dapat menggunakan teknik ini, apabila hiperaktiv, pemalu, suka menangis, enuresis dan encopresia, takut dan
permasalahan perilaku lainnya yang terjadi pada anak.
3.
Pelatihan
kemampuan sosial.
Pelatihan ini bertujuan
untuk menolong anak yang kesulitan dalam memusatkan perhatiannya
atau kesulitan berkonsentrasi pada saat berinteraksi dengan
teman sebaya. Pelatihan meliputi teknik untuk masuk suatu
kelompok, hubungan timbal balik dengan teman, menyelesaikan konflik dan mengontrol kemarahan.
Contoh
: Melibatkan anak-anak yang kesulitan dalam berkomunikasi atau
memusatkan perhatian dalam menyelesaikan tugas dalam
bentuk bermain puzzle
yang dikondisikan dalam bentuk kelompok.
Bentuk permainan puzzle
yang memerlukan konsentrasi yagn tinggi dan harus dikerjakan bersama,
diharapkan akan terjadi interaksi yang membuat anak dapat belajar
berkomunikasi, mengontrol diri dan bekerjasama dengan
anak yang lain.
4.
Mengurangi
struktur dan stimulus
William Cruickshank mengembangkan perogram
pendidikan bagi murid yang kesukaran belajar berdasarkan pada perkembangan
awalnya (dalam Hallan & Kauffman, 1994) Anak dengan masalah
perhatian mudah sekali perhatiannya berpindah-pindah, maka stimulus yang diberikan pada program kegiatan belajar atau lingkungan kelas
yang tidak relevan harus dikurangi. Hal yang menginginkan
dari pendidk dalam menyikapi hal ini adalah menaikkan intensitas melalui penggunaan warna-warna verah pada stimulus yang berhubungan
dengan program kegiatan berlajar tanpa harus menambahkan
jumlahnya.
Pengurangan
stimulus dapat dicapai melalui beberapa modifikasi :
a. Dinding
pada langit-langit yang kedap udara
b. Berkarpet
c. Jendela yang tidak tembus pandang (buram)
d. Lemari dan rak yang terkunci
e. Pengurangan penggunaan papan yang berwarna
f. Menggunakan tempat yang berbentuk kubik dan berisi.
d. Lemari dan rak yang terkunci
e. Pengurangan penggunaan papan yang berwarna
f. Menggunakan tempat yang berbentuk kubik dan berisi.
Ø Strategi-strategi yang Sesuai
1.
Strategi
untuk gaya belajar visual adalah:
a.
manfaatkan pengkodean
warna untuk membantu daya ingat dengan menggunakan pena warna-warni
b.
tulis kalimat dan
istilah yang merupakan kunci dari buku pelajaran
c.
apabila mempelajari
yang bersifat angka–angka dan rumus tulislah pemahaman anda dalam bentuk
tulisan
d.
tandai pada bagian
pinggir buku pelajaran dengan kata-kata kunci ,symbol dan diagram yang dapat
menolong untuk mengingat teks yang telah di baca
e.
sedapat mungkin
terjemahkan kata-kata dan ide-ide ke dalam symbol, gambar, dan diagram
2.
Strategi
untuk gaya belajar auditori
a. bergabung
dengan kelompok belajar untuk membantu mempelajari bahan-bahan pelajaran
b. ketika
belajar sendiri , ucapkan informasi-informasi dengan suara keras
c. gunakan
tape recorder untuk merekam informasi yang penting setelah itu dengarkan
kembali informasi penting tersebut
d. apabila
mempelajari informasi yang bersifat angka dan rumus terjemahkan dengan cara
anda sendiri yang dapat anda mengerti
e. tenteng
informasi baru tersebut ,lalu kembali di dengarkan/dibaca untuk memahaminya
3.
Strategi
untuk gaya belajar kinestetik
a. duduklah
di depan kelas dan buat catatan selama pelajaran
b. ketika
belajar jalan mondar-mandir sambil mengingat informasi yang penting
c. dalam
mengingat infoemasi yang baru ,salinlah poin-poin kunci pada kertas atau karton
yang besar
d. pikirkan
cara-cara untuk membuat pengetahuan itu
nyata ,seperti memegang sesuatu yang berkaitan dengan dengan apa yang di pelajari, mis belajar
tentang tumbuhan maka carilah tumbuhan yang sesuai dgn pelajaran tersebut dan lakukan eksperimen
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Akibat kekurangan perhatian, anak
distrakbilitas mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan rangsang yang kurang
menonjol, yang dapat berupa distraktiblitas visual (penglihatan), auditoris
(pendengaran), dan internal.
Distrakbilitas adalah bagian dari Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP).
Penanganan anak Distrakbilitas, antara
lain:
o Intervensi
o Mengelola
kelas oleh pendidik
o Mengelola
kontingensi Sekolah-Rumah
o Pelatihan
kemampuan sosial.
o Mengurangi
struktur dan stimulus
DAFTAR
PUSTAKA
New SKP. 2005. Gangguan Pemusatan Perhatian Pada Anak. (Online). (http://iptekbenewskp.blogspot.com/2005/08/bagaimana-melindungi-otak-anak- ii.html). diakses 15 November 2011: 20.40.
Nursalim, Mochamad, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Surabaya : Unesa
University press.
Poetry. 2009. Macam distrakbilitas.(Online).(http://poetry- womansguide.blogspot.com/2009/10/macam-distrakbilitas.html).
diakses 3 November 2011: 16.20.
Sanjaya, Fenky. 2011. Gaya Belajar. (Online). (http://iptekbenewskp.blogspot.com/2005/08/bagaimana-melindungi-otak-anak- ii.html). diakses 15 November 2011:
20.31.
0 komentar:
Posting Komentar