Rabu, 04 April 2012

Mengenal Gangguan Belajar "DISKALKULIA"


OLEH : ANJAR RAHARYANTI (101014056)

BAB I
PENDAHULUAN

Berhitung atau matematika sering kali dianggap sebagai pelajaran menakutkan bagi sebagian besar anak sekolah, meskipun tidak sedikit yang menyenangi pelajaran ini. Tak heran bila sejak dulu bimbingan belajar maupun les privat matematika banyak diminati. Belum lagi berbagai metode belajar matematika yang bermunculan seperti sempoa. Kesemuanya itu bertujuan agar anak-anak bisa lebih mudah memahami matematika dan tidak lagi menganggapnya sebagai “monster” yang menakutkan. Meski tidak semua, banyak di antara murid sekolah, terutama SD yang merupakan tingkat dasar dari seluruh pendidikan yang akan dijalani anak, mengeluhkan soal pelajaran matematika. Mereka menganggap matematika sebagai pelajaran sulit. Terlebih lagi bila mereka mendapat nilai di bawah rata-rata. Yang punya niat akan lebih tekun mempelajari, kembali hilang semangat. Jika keadaan ini terus berlanjut hingga ke jenjang pendidikan berikutnya, maka sepanjang masa pendidikan mereka menganggap matematika menjadi pelajaran paling menyeramkan.
Padahal, matematika sebenarnya pelajaran mengasyikkan. Apalagi, untuk murid SD. Pada tingkat pendidikan dasar ini pelajaran matematika masih berkenaan dengan berhitung, yang merupakan bagian dari matematika, yakni operasi tambah, kurang, kali, dan bagi. Mula-mula menggunakan bilangan bulat. Kemudian meningkat ke bilangan pecahan. Operasi hitung itu bisa dipelajarai sambil bermain yang memang merupakan kegiatan utama anak-anak.
Dari paparan diatas, kami mencoba untuk mengkaji lebih lanjut tentang “Kesulitan Belajar Matematika (dyscalculis)” dengan berbagai ciri, gejala, penanganan pada anak yang mengalami kesulitan belajar.


BAB II
KAJIAN TEORI

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA bahkan juga perguruan tinggi. Akan tetapi yang menjadi permasalahan banyak anak-anak (siswa) yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit, sekaligus dijadikan sebagai “momok” diantara berbagai macam bidang studi lainnya. Karena persepsi anak seperti itulah mereka menjadi takut jika dihadapkan dengan dunia hitung-menghitung. Kesulitan semacam ini dialami oleh anak yang normal (tidak berkesulitan belajar) dan terlebih lagi oleh anak yang berkesulitan belajar. Padahal, semua orang harus mempelajari matematika. Sebab, pada hakekatnya matematika merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Cornelius (1982:38) Mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika, karena matematika merupakan:
(1) Sarana berfikir yang jelas dan logis
(2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari
(3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman
(4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan
(5) saran untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Cockroft (1982:1-5) Mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan (2) Semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Pendapat dari ke dua tokoh diatas memiliki satu kesamaan, yaitu mengemukakan bahwa belajar matematika sangatlah penting. Oleh karena itu, jika kesulitan belajar matematika dibiarkan saja, anak akan menghindari dengan sesuatu yang berhubungan dengan hitunng-menghitung. Padahal, matematika sangatlah penting untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya, gangguan kesulitan belajar bahasa, membaca, menulis, gangguan matematika harus diatasi sedini mungkin. Kalau tidak, anak akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembanagan.
Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. Selain itu, anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidaktepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1.  Pengertian Gangguan Belajar Diskalkulia
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan. Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.
Ketidaktepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4-5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan. Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri.

3.2.  Ciri-Ciri Gangguan Belajar Diskalkulia
Anak yang mengalami kesulitan belajar matematika perlu ditentukan kesulitan yang dialami oleh anak. apakah kesulitan yang dialami dalam proses menghitung, konsep matematika karena masalah bahasa, gangguan persepsi visual-spasial, kesulitan menulis, kesulitan orientasi kanan-kiri, kesulitan menunjukkan arah, masalah urutan, gangguan memori, dan cara menyelesaikan soal matematika. Tidak semua anak diskalkulia berkesulitan dalam proses menghitung. Jadi, guru harus benar-benar memahami kemampuan dan sifat dasar ketidakmampuannya.
Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan untuk mengetahui anak diskalkulia:
1.      Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2.      Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3.      Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4.      Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5.      Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6.      Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7.      Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8.      Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

3.3.  Penyebab Gangguan Belajar Diskalkulia
Penyebab diskalkulia dikarenakan adanya kelemahan proses penglihatan atau visualisasi, misalnya anak sulit fokus pada pelajaran atau permainan. Matematika membutuhkan prosedur penyelesaian yang berurut mengikuti pola-pola tertentu, anak diskalkulia sulit mengikuti prosedur tersebut. Bisa jadi anak fobia matematika, adanya keyakinan bahwa dia tidak bisa matematika. Mungkin disebabkan karena trauma dari pelajaran matematika, bisa dari sistem pengajaran di sekolah atau di rumah.
Adapun gejala lain yang timbul pada anak yang mengalami diskalkulia, antara lain:
·         Sulit melakukan hitungan matematis, misalnya menghitung jumlah uang kembalian. Lambat laun anak akan takut memegang uang atau menghindari transaksi.
·         Kesulitan menggunakan konsep waktu, anak bingung mengurutkan masa lampau dan masa sekarang.
·         Ketika pelajaran olahraga, anak sulit menghitung skor pertandingan.
Kekeliruan umum yang dilakukan oleh anak berkesulitan belajar matematika
Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar matematika, kita perlu mengenal kesalahan umum yang dilakukan oleh anak dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam bidang studi matematika. Beberapa kekeliruan umum tersebut menurut Lerner (1981) adalah kekurang pahaman anak tentang
·          Simbol Anak diskalkulia akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal-soal seperti 4 + …= 7, daripada soal seperti 4 + 3 = … Kesulitan semacam ini umumnya karena anak tidak memahami simbol-simbol (=), (≠), (+), (-).
·         Nilai tempat Anak yang diskalkulia belum memahami nilai tempat seperti satuan, puluhan, ratusan, dst.
·         Penggunaan proses yang keliru Kekeliruan dalam penggunaan proses perhitungan dapat dilihat pada cuntoh berikut: 6 15 2 x 3 - 8 18
·         Perhitungan
Jika anak belum mengenal dengan baik konsep perkalian, tetapi mencoba menghafal perkalian tersebut.
·         Tulisan yang tidak dapat dibaca Anak yang tidak bias membaca tulisannya sendiri karena bentuk-bentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis. Biasanya anak-anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (termasuk diskalkulia) akan dites dengan standard progressive matrices (SPM) yang merupakan suatu tes inteligensi bagi anak-anak usia 7-12 tahun (siswa Kelas 2 dan 3 SD), atau tes coloured progressive matrices (CPM) untuk siswa Kelas 1 SD. Jika hasil diagnosis, tes dan assesment menyatakan anak menderita diskalkulia, maka harus ada treatment dan metode penyampaian khusus yang bisa membuat dia lebih paham.

3.4.  Penanggulangan Gangguan Belajar Diskalkulia
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1        Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya.
2        Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3        Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4        Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5        Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6        Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7        Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8        Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.



3.5.   Contoh Kasus Gangguan Belajar Diskalkulia
Kita sebut saja dia Pipit. Sudah duduk di kelas tiga SD, tapi gadis cilik ini belum bisa berhitung.  ''Hitung-hitungan yang sederhananya saja nggak bisa-bisa,'' kata sang ibu dengan raut wajah putus asa. Gara-gara kasihan sang anak tidak naik kelas, ia memindahkannya ke sekolah dengan mutu lebih rendah. Ditambah lagi les empat hari seminggu. Tapi, semua itu tak banyak membantu. Untungnya, di sekolah baru ini Pipit bisa naik kelas.
Kendati begitu, Pipit kadang putus asa. Ia jadi tak suka sekolah. ''Dia merasa paling bodoh sedunia,'' keluh sang ibu.  Suatu hari, secara tak sengaja, ibu Pipit mendengar tentang kelainan anak, diskalkulia. Diskalkulia atau kesulitan pada kemampuan kalkulasi secara matematis adalah salah satu dari tiga gangguan kesulitan belajar yang dialami oleh anak, selain disleksia (kesulitan membaca) dan disgrafia (kesulitan menulis). Mungkinkah Pipit menyandang diskalkulia? Sulit paham Menurut Vitriani Sumarlis, psikolog Yayasan Pantara, diskalkulia terbagi menjadi kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi. Anak yang mengalami diskalkulia tidak memahami proses matematis. ''Ini ditandai dengan kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematis, mereka sulit mendapatkan konsep perhitungan yang tepat,'' ujar dia. Dalam contoh sehari-hari, anak mengalami kesulitan untuk menghitung uang kembalian ketika melakukan transaksi jual beli. Selain itu mereka juga mengalami kesulitan dalam proses matematis seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan. ''Semua kesulitan itu dikarenakan mereka sulit untuk mengartikan angka tersebut ke dalam sebuah simbol,'' ujar Vitriani. Misalnya, bagi anak diskalkulia, angka satu secara penyebutan berbeda dengan secara simbol bahwa angka satu itu bentuk atau lambangnya adalah satu (1).
Atau apakah bagi mereka kata tambah itu berarti lambangnya plus (+), bisa jadi mereka bingung dan tertukar bahwa kata tambah itu simbol atau lambangnya adalah minus (-).
Selain simbol mereka juga sulit untuk memahami arti di dalam kata berhitung itu sendiri. ''Misalnya, kata tambah itu buat mereka belum tentu berarti bertambah banyak, tetapi juga dapat tertukar menjadi berkurang,'' ucap Vitriani. Secara urutan angka mereka pun kerap tertukar, misalnya bagi mereka belum tentu angka enam itu sesudah angka lima. Begitu juga penempatan posisi apakah angka enam itu lebih besar dari angka 2, mereka masih sering bingung dan sulit untuk memahaminya. Alhasil, mereka sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung. Itulah yang membuat anak diskalkulia mengalami kesulitan dalam perhitungan dan proses matematis.
Gampang 'kehilangan' Menurut Vitriani kesulitan seperti itu juga berdampak pada hal lainnya seperti seperti disorientasi waktu dan arah. Anak diskalkulia biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.  Mereka juga mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang, juga mengenai urutan tanggal, bulan serta tahun. Anak-anak diskalkulia juga mengalami kesulitan mengikuti urutan gerakan yang berubah dengan cepat seperti senam aerobik, tari-tarian. Sumber-sumber lain menyebutkan, mereka mengalami kesulitan mengingat urutan fisi yang dibutuhkan dalam kegiatan itu.  Mereka mengalami kesulitan mengingat aturan, urutan, dan pemahaman berbagai hal teknis permainan olah raga. Mereka cepat 'kehilangan' saat mengamati pertandingan yang berlangsung cepat seperti sepak bola, sofbol, bola basket. Akibatnya, banyak di antara mereka yang menghindari kegiatan dan pertandingan yang bersifat fisik. Bukan sekadar les Namun, jangan salah. Anak menyandang diskalkulia memiliki tingkat kecerdasan yang normal. Bisa jadi kemampuan analogisnya atau kemampuan mengeluarkan pendapatnya angat baik, dan mereka bisa menjelaskan hubungan sebab-akibat. Mereka juga terkadang berhasil dan baik dalam pengetahuan umum dan kemampuan bahasa.
''Mereka mempunyai kelebihan lain yang sangat menonjol, malah ada yang tingkat kecerdasannya yang di atas rata-rata, mereka hanya tidak bisa berhitung,'' ujar Vitriani.
Ada banyak faktor yang diperkirakan menjadi penyebab anak diskalkulia, antara lain disebabkan pada masa kehamilan. ''Misalnya, si ibu pernah mengalami keracunan, atau kena penyakit akibat virus pada masa kehamilan di tiga bulan pertama,'' tutur Vitriani. Salah satu penyebab lain dapat pula akibat proses kehamilan atau proses kelahirannya bayi tersebut kekurangan oksigen atau persalinannya tidak lancar. Vitriani juga menyebutkan pada beberapa kasus diskalkulia ditemukan pada anak yang mempunyai riwayat keluarga yang juga pernah menderita kesulitan belajar. 
Diskalkulia biasanya baru terlihat secara nyata ketika anak tersebut masuk ke sekolah dasar. Sebab, di saat itu mereka telah mulai mendapatkan konsep dasar matematika secara akademis seperti berhitung, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Para orang tua, saran Vitriani, harus lebih waspada pada kesulitan belajar seperti diskalkulia ini. Mereka juga harus membedakan antara diskalkulia dengan kecacatan ataupun keterbelakangan. ''Karena mereka memang berbeda, mereka tidak cacat ataupun terbelakang. Mereka hanya perlu suatu konsep khusus agar dapat memahami proses matematis,'' ujar Vitriani.
Pada anak normal kesulitan menghadapi matematika bisa diselesaikan dengan les dan berbagai latihan biasa. Hal itu tak menyelesaikan masalah anak disleksia. Masalahnya karena mereka memiliki perbedaan secara organik pada tumbuh kembang otaknya. ''Jadi, organnya yaitu saraf otaknya, bukan karena dia tidak latihan matematika,'' ujar Vitriani. Penanggulangan diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya. Bentuk terapi yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh      



BAB IV
PENUTUP

4.1    Simpulan
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis) (Lerner, 1988). Diskalkulia yaitu gangguan pada kemampuan kalkulasi secara sistematis, yang dibagi menjadi bentuk kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi.
Penyebab diskalkulia dikarenakan adanya kelemahan proses penglihatan atau visualisasi, misalnya anak sulit fokus pada pelajaran atau permainan. Anak diskalkulia sulit mengikuti prosedur matematika yang tergolong rumit. Adanya keyakinan bahwa dia tidak bisa matematika. Disebabkan karena trauma pelajaran matematika, atau sistem pengajaran di sekolah atau rumah.
Adapun gejala anak yang mengalami diskalkulia, antara lain:
·         Sulit melakukan hitungan matematis.
·         Kesulitan menggunakan konsep waktu.
·         Ketika pelajaran olahraga, anak sulit menghitung skor pertandingan.
·         Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan spasial (kemampuan memahami bangun ruang).
·         Kesulitan dalam mengurutkan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani diskalkulia, yaitu dengan menggunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu pemahaman anak. Hubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Buat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Anda bisa menggunakan media komputer atau kalkulator. Lakukan latihan secara kontinyu dan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Cinantya, Sonia. 2010. Cara Penanggulangan Diskalkulia, (online). (http://a62747.wordpress.com/2010/04/09/cara-penanggulangan-diskalkulia/ diakses 11 Oktober 2011).
Kerrieqey. 2010. Penyebab Diskalkulia, (online). (http://hutami-putri.blogspot.com/2010/04/penyebab-diskalkulia.html diakses 11 Oktober 2011).
Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh. Mengenal gangguan belajar diskalkulia dan disgragfia, (online). (http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm diakses 11 Oktober 2011).


1 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Teman-teman kami bilang kami ini kembar, padahal kenyataannya jauh berbeda. Kesamaan kami hanyalah kami sama-sama wanita, kami berasal dari daerah yang sama, kami dalam kelas yang sama, dan huruf awal nama kami sama-sama 'A".