OLEH: ANJAR RAHARYANTI (101014056)
Edward L Thorndike adalah ahli teori
belajar terbesar sepanjang masa. Dia bukan hanya merintis karya besar dalam
teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi pendidikan, perilaku verbal,
spikologi komparatif, uji kecerdasan, problem nature-nature, transfer training,
dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk problem sosiospikologis
Konsep teoritis utama
Koneksionisme
-> thorndike menyebutkan asosiasi antara kesan
indrawi dan impuls dengan tindakan sebagai ikatan atau koneksi. Pendekatan
thorndike cukup berbeda dan dapat dianggap sebagai teori belajar modern
pertama. Penekanannya pada aspek fungsional perilaku terutama dipengaruhi oleh
Darwin.
Pemilihan dan pengaitan -> menurut Thorndike bentuk paling
dasar dari proses belajar adalah trial and error learning atau yang disebut
sebagai selecting ang connecting (pemilihan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide
dasar ini melalui eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan kedalam perangkat
yang telah ditata sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan respons
tertentu ia bisa keluar dari perangkat itu. Namun ada tata situasi yang
mengharuskan hewan melakukan serangkaian respon yang komplek sebelum ia bisa
keluar kotak. Respon yang berbeda dilakukan pada waktu yang berbeda-beda dalam
percobaan Thorndike ini, namun idenya tetap sama hewan harus melakukan tindakan
tertentu sebelum ia dapat keluar dari kotak.
Belajar adalah
incremental, bukan langsung pengertian kedalam (insightful) -> Thorndike menyimpulkan bahwa belajar bersifat
incremental bukan insightful. Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam
langkah-langkah kecil yang sistematis bukan langsung melompatke pengertian
mendalam.
Belajar tidak
didimensi ole hide -> Thorndike juga
menyimpulkan bahwa belajar adalah bersifat langsung dan tidak didimensi oleh
pemikiran atau penalaran. Thorndike menolak campur tangan nalar dalam belajar
dan ia lebih mendukung tindakan seleksi langsung dan pengaitan langsung dalam
belajar.
Semua mamalia
belajar dengan cara yang sama ->
Thorndike memandang bahwa semua proses belajar adalah langsung dan tidak
didimensi oleh ide-ide, dan juga terutama karena dia juga mnegaskan bahwa
proses belajar semua mamalia, termasuk manusia, mengikuti kaidah yang sama.
Menurut Thorndike, tidak ada proses khusus yang perlu dipostulatkan dalam
rangka menjelaskan proses belajr manusia.
Teori belajar dari Thorndike dibagi menjadi bagian:
pertama adalah pemikiran sebelum tahun 1930 dan kedua adalah pasca 1930.
THORNDIKE
SEBELUM 1930
Hukum kesiapan -> mengandung 3 bagian, yang diringkas sebagai
berikut:
1. Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan (to
conduct), maka penyaluran dengannya akan memuaskan
2. Apabila satu unit konduksi siap untuk meyalurkan, maka
tidak menyalurkannya akan menjengkelkan.
3. Apabila satu unit konduksi belum siap untuk
menyalurkan dan dipaksa untuk menyalurkan, maka penyaluran dengannya akan
menjengkelkan.
Namun nampaknya hukum ini tidak subjektif, misalnya
apa yang dimaksudkan dengan “untuk konduksi yang siap menyalurkan” adalah
kesiapan untuk bertindak. Dengan menggunakan terminology kontemporer kita bisa
menyatakan ulang hukum kesiapan Thorndike sebagai berikut:
1. Ketika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka
melakukannya akan memuaskan
2. Ketika seseorang siap melakukan suatu tindakan, maka
tidak melakukannya akan menjengkelkan
3. Ketika seseorang belum siap melakukan suatu
tindakantetapi dipaksa melakukannya, maka melakukannya akan menjengkelkan.
Secara umum kita bisa mengatakan bahwa mengintervensi
perilaku yang bertujuan akan menyebabkan frustasi, dan menyebabkan seseorang
melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan juga akan membuat mereka
frustasi.
Hukum latihan -> teori Thorndike mencakup hukum latihan yang
terdiri atas 2 bagian:
1. koneksi antara stimulus dan respons akan menguat saat
keduanya dipakai. Dengan kata lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi
yang menstimulasi dengan suatu respons akan memperkuat koneksi diantara
keduanya. Bagian dari hukum latihan ini dinamakan law of use (hukum penggunaan)
2. koneksi antara stimulus dan respons akan melemah
apabila praktik hubungan dihentikan atau jika ikatan neural tidak dipakai.
Bagian dari hukum latihan ini dinamakan law of disuse (hukum ketidakgunaan)
Thorndike mendefinisikan penguatan sebagai peningkatan
probabilitas terjadinya respon ketika stimulus terjadi. Ringkasnya hukum
latihan menyatakan bahwa kita belajar dengan berbuat dan lupa tidak berbuat.
Hukum efek -> law of effect (hukum efek) adalah pengutan atau
pelemahan dari suatu koneksi antara stimulus dan respon sebagai akibat dari
konsekuensi daro respon. Jika suatu respon diikuti dengan satisfying state of
affairs (keadaan yang memuaskan), kekuatan koneksi itu akan bertambah. Jika
respon diikuti dengan annoying state of affairs (keadaan yang menjengkelkan) , kekuatan
koneksi itu menurun.
KONSEP
SEKUNDER SEBELUM 1930 adalah konsep
yang mencangkup sejumlah ide yang kurang penting ketimbang konsep primer
diatas. Antara lain:
Respon
berganda -> adalah langkah
pertama dalam semua proses belajar. Respon ini mengacu pada fakta bahwa jika
respon pertama kita tidak memecahkan problem maka kita akan mencoba respon
lain. Banyaknya proses belajar bergantung pada fakta bahwa organism cenderung
tetap aktif sampai tercipta satu respon yang memecahkan problem yang dihadapi.
Set atau sikap -> perbedaan individual dalam belajar dijelaskan
melalui perbedaan dasar diantara manusia : warisan cultural atau genetic atau
keadaan temporer seperti deprivasi, keletihan, atau berbagai kondisi emosional.
Dengan konsep set atu sikap inilah Thorndike mengakui bahwa keadaan hewan
sampai tingkat tertentu inilah yang akan menentukan apa-apa yang memuaskan dan
menjengkelkannya.
Prapotensi
elemen -> adalah apa yang
oleh thorndike dinamakan “aktivitasparsial dari dari suatu situasi”. Ini
mengacu pada fakta bahwa hanya beberapa elemen dari situasi yang akan mengatur
perilaku. Thorndike mengakui kompleksitas lingkungan dan menyimpulkan bahwa
kita merespon secara selektif terhadap aspek-aspek lingkungan. Dennngan kata
lain, kita biasanya merespon beeeberapa elemen dalam satu situasi namun tidak
merespon situai lainnya,
Respon dengan
analogi -> untuk merespon
suatu situasi yang belum pernah kita jumpai, menurut Thorndike kita dapat
menggunakan identical elements theory transfer of training (teori elemen identik
dari transfer training) yang dibagi menjadi 2 yakni respon by analogy (respon
dengan analogi) yaitu kita meresponnya dengan cara seperti kita merespon
situasi yang terkait (mirip) yang pernah kita jumpai. Jumlah Transfer of
training (transfer training) anatra situasi yang kita kenal dan yang tak kita
kenal ditentukan dengan jumlah elemen yang sama didalam kedua situasi itu.
Di lingkungan sekolah, Thorndike (1906) menyatakan
bahwa tidak banyak bukti bahwa pendidikan dapat digeneralisasikan sedemikian mudahnya.
Dia bahkan yakin bahwa pendidikan akan menghasilkan keterampilan spesifik yang
tinggi ketimbang keterampilan umum. Thorndike juga mengatakan sekolah harus
menekankan training langsung pada keterampilan-keterampilan yang dianggap
penting untyk situasi diluar sekolah.
Pergeseran
asosiatif -> prosedur untuk
menunjukkan pergeseran asosiatif dimulai dengan koneksi antara satu situasi
tertentu dan satu respon tertentu. Kemudian seseorang secara bertahap mengambil
elemen-elemen stimulus yang merupakan bagian dari situasi awal dan menambahkan
elemen stimulus yang bukan bagian dari stimulus awal. Menurut teori elemen
identik Thorndike, sepanjang ada cukup elemen dari situasi awal didalam situasi
baru, respon yang sama akan diberikan. Asosiasi bergeser dari satu stimulus ke
stimulus yang lain karena suatu prosedur member cukup elemen dari situasi
sebelumnya untuk menjamin munculnya respon yang sama terhadap stimulus yang
baru.
THORNDIKE
PASCA 1930
Revisi hukum
latihan/ Penggunaan ->
Thorndike secara esensial menarik kembali hukum penggunaan atau latihan. Hukum
penggunaan yang menyatakan bahwa repetisi saja sudah cukup untuk memperkuat
koneksi, ternyata tidak akurat. Penggantian repetisi ternyata tidak melemahkan
koneksi dalam periode yang cukup panjang.
Revisi hukum
efek -> hukum efek ternyata hanya separuh
benar. Separuh dari yang benar itu adalah bahwa sebuah respon yang diikuti oleh
keadaan yang memuaskan akan diperkuat. Revisi hukum efek Thorndike menyatakan
bahwa penguatan akan meningkatkan strength of connection (kekuatan koneksi),
sedangkan hukuman tidak member pengaruh apa-apa terhadap kekuatan koneksi.
Belongingness -> Thorndike mengamati bahwa dalam proses belajar
asosiasi ada factor selain kontinguitas dan hukum efek. Jika elemen-elemen dari
aosiasi dimiliki bersama, asosiasi diantara mereka akan dipelajari dan
dipertahankan dengan lebih mudah ketimbang jika elemen itu bukan milik bersama.
Thorndike juga mengaitkan gagasannya tentang reaksi yang mengonfirmasi, yang
telah dibahas dimuka, dengan konsep belongingness. Dia berpendapat bahwa jika
ada hubungan natural antara keadaan yang dibutuhkan organisme dengan efek yang
ditimbulkan suatu respon maka proses belajar akan lebih efektif ketimbang jika
hubungan itu tidak alami. Thorndike menggunakan konsep belongingness dalam 2
cara. Pertama, dia menggunakannya untuk menjelaskan mengapa ketika mempelajari
materi verbal seseorang akan cenderung mengorganisasikan apa-apa yang
dipelajarinya dalam unit-unit yang dianggap masuk dalam golongan yang sama.
Kedua, dia mengatakan bahwa jika efek-efek yang dihasilkan oleh suatu respon
terpaut dengan kebutuhan organisme proses belajar akan lebih efektif ketimbang
jika efek yang dihasilakn itu tidak terkait dengan kebutuhan organisme.
Penyebaran
efek -> selama eksperimennya, Thorndike
secara tak sengaja menemukan bahwa keadaan yang memuaskan tidak hanya menambah
probabilitas terulangnya respon yang menghasilkan keadaan yang memuaskan
tersebut tetapi juga meningkatkan probabilitas terulangnya respon yang
mengitari respon yang memperkuat itu. Salah satu eksperimen yang menunjukkan
efek itu adalah eksperimen dimana menghadirkan 10 kata. Ada 2 hal penting yang
diamati dalam eksperimen itu. Partama, penguatan akan meningkatkan probabilitas
angka yang sama diulang pada waktu berikutnya saat kata stimulus diberikan
tetapi hukuman tidak mengurangi probabilitas angka yang salah diulang lagi.
Kedua, ditemukan bahwa angka sebelum dan sesudah angka yang diperkuat juga
meningkat probabilitas pengulangannya walaupun mereka tidak diperkuat dan
bahkan jika diperkuat itu telah dikenai hukuman sebelumnya. Dengan kata lain,
respon yang diperkuat itu memiliki probabilitas yang paling besar untuk diulang
lagi, kemudian urutan selanjutnya adalah respon yang paling dekat dengan respon
yang diperkuat itu dan kemudian respon yang ada didekatnya akan begitu
seterusnya.
Ilmu
pengetahuan dan nilai manusia -> ilmu
manusia ini menawarkan harapan yang paling besar untuk masa depan. Thorndike
menyatakan bahwa paling tidak manusia akan menjadi tuan akan dirinya sendiri
dan tuan atas alam. Manusia hanya bebas didunia yang dapat dipahami dan
diperkirakannya. Hanya dengan ilmu pengetahuan manusia bisa melakukannya.
Kekuatan intelek dan moral/pikiran dan spirit manusia adalah bagian dari alam,
maka kita dapat bertanggung jawab atasnya secara signifikan, bisa bangga dan
berharap pada masa depan.
Pendidikan
menurut Thorndike -> Thorndike
percaya bahwa praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Menurutnya ada
hubungan erat antara pengetahuan proses belajar dengan praktek pengajaran.
Jadi, dia mengharapkan akan ditemukan lebih banyak lagi pengetahuan tentang
hakikat belajar, semakin banyak pengetahuan yang dapat diaplikasikan untuk
memperbaiki praktek pengajaran. Thorndike juga menganggap rendah teknik
pengajaran berbentuk ceramah perkuliahan yang saat itu popular (bahkan sampai
sekarang). Situasi belajar harus sebisa mungkin dibuat menyerupai dunia riil.
Seperti yang telah kita ketahui, thorndike percaya bahwa proses belajar akan
ditransfer dari ruang kelas ke lingkungan luar sepanjang dua situasi itu mirip.
0 komentar:
Posting Komentar