MAKALAH
Konseling Kelompok Realita
untuk Mengurangi Perilaku Membolos Siswa
Sebagai Tugas Akhir Mata
Kuliah Teori-Teori Konseling
Oleh :
Anjar Raharyanti (101014056)
BK-B 2010
Dosen Pembimbing :
Dr. Eko Darminto, M. Si
Denok Setiawati. S.
Psi, M. Pd
PROGRAM STUDI BIMBINGAN
KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami kami panjatkan kepada
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah Konseling Kelompok realita untuk Mengurangi
Perilaku Membolos Siswa sebagai tugas dari mata kuliah Teori-teori
konseling ini tepat pada waktunya.
Makalah ini tidak akan pernah kami
selesaikan tanpa adanya keterlibatan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu
kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Eko Darminto dan Ibu Denok selaku
dosen pembimbing mata kuliah Teori-teori Konseling kami.
2. Pihak-pihak lain yang telah membantu.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi revisi makalah-makalah kami
selanjutnya. Terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku
penulis dan juga bagi pembaca.
Surabaya, 14 Desember
2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul……………………………………………………………….. i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi. .......................................................................................................... iii
BABI
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang......................................................................................... 1
B. RumusanMasalah.................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BABII
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
tingkah laku membolos......................................................... 3
B.
Sebab-sebab
siswa membolos ................................................................ 3
C.
Pengertian
konseling kelompok realita ................................................... 4
D.
Ciri-ciri
konseling kelompok realita ....................................................... 9
E.
Cara
konseling kelompok realita dalam
mengurangi
tingkah laku membolos……………………………………. 11
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................. 14
B. Saran....................................................................................................... 14
DaftarPustaka.....................................................................................................
15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang
dikemukakan oleh Kartono (2003:21) bahwa “membolos merupakan perilaku yang
melanggar norma-norma sosial sebagai akibat dari proses pengkondisian
lingkungan yang buruk”.
Berdasarkan definisi di atas diketahui bahwa masalah yang melatar
belakangi tingkah laku membolos sekolah ternyata memiliki dampak yang buruk
bagi diri siswa sendiri maupun sekolah. Bagi diri siswa sendiri tingkah laku
membolos dapat menghambat perkembangan belajar yang sering dihubungkan dengan
penurunan nilai akademik, ketinggalan materi pelajaran, dimarahi oleh guru
bidang studi yang menuntut pengumpulan tugas atau nilai ulangan harian,
diskorsing, bahkan dikeluarkan dari sekolah.
Sedangkan dampak buruk bagi sekolah,
siswa yang membolos sering mencontoh gaya penampilan teman sebaya dari sekolah
lain yang tidak sesuai dengan aturan yang ada di sekolahnya sehingga menghambat
kedisiplinan yang diterapkan dan siswa yang membolos dapat menghambat
pencapaian tujuan pembelajaran di kelas.
Oleh karena itu diperlukan bantuan dari
konselor sekolah atau guru pembimbing untuk mengatasi tingkah laku membolos
tersebut. Upaya-upaya penanggulangan yang dapat
dilakukan yaitu dengan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. Salah
satu bantuan yang dapat diberikan adalah dengan konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan
dan konseling dimana konselor terlibat dalam hubungan dengan sejumlah konseli
pada waktu yang bersamaan, dengan berinteraksi
satu sama lain, para anggota membentuk hubungan yang bersifat membantu yang
memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman dan kesadaran terhadap
dirinya.
B. Rumusan Masalah
Masalah pada
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian tingkah laku membolos?
2.
Apakah sebab-sebab siswa membolos?
3.
Apakah pengertian
Konseling Kelompok Realita?
4.
Apa sajakah ciri-ciri konseling
kelompok realita?
5.
Bagaimanakah cara konseling kelompok realita dalam mengurangi tingkah
laku membolos?
C. Tujuan
Tujuan dari
pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1.
Mengetahui pengertian dari tingkah laku membolos.
2.
Mengetahui sebab-sebab siswa membolos.
3.
Mengetahui pengertian konseling kelompok realita.
4.
Mengetahui ciri-ciri konseling kelompok realita.
6.
Mengetahui cara konseling kelompok realita dalam mengurangi tingkah laku
membolos.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tingkah Laku Membolos
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia “membolos
adalah tidak masuk bekerja (sekolah, dsb)”. Sedangkan menurut Badudu dan Zain
(2001) membolos adalah sengaja tidak masuk sekolah atau tidak masuk kerja.
Membolos dapat diartikan sebagai
perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau
bisa juga dikatakan ketidak hadiran tanpa alasan yang jelas.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan / dicari solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan / dicari solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
B.
Sebab-sebab Siswa Membolos
Penyebab anak membolos ada 2 faktor penting, yaitu:
a. Faktor yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri, yaitu:
1. Motivasi atau
dorongan
Ada kalanya anak menjadi patah semangat karena kurangnya
motivasi dalam diri anak itu sendiri.
2. Kemampuan belajar
Anak membolos bisa juga karena kemampuan belajarnya
rendah dan malu untuk mengakui kekurangannya, lebih baik mengatakan, “saya
tidak masuk waktu guru menerangkan tentang pelajaran itu” daripada mengatakan
“saya tidak bisa menangkap penjelasan yang diterangkan guru”.
3.
Akibat
kegagalan
Ada
kalanya dalam belajar siswa mengalami kegagalan, akibat kegagalan yang dialami
tersebut di sering dicemooh oleh teman-temannya, dan akhirnya lebih baik
membolos saja.
4. Rasa rendah diri
Kemampuan yang dimiliki setiap anak tidak sama, bagi anak
yang mempunyai kemampuan rendah dibanding teman-temannya, maka hal ini akan menyebabkan
anak menjadi rendah diri atau minder.
5. Kesalahan dalam
belajar
Siswa merasa mendapatkan sesuatu yang lebih menarik dari
pada kegiatan di sekolah, hal ini merupakan suatu kesalahan dalam belajar.
Karena dengan membolos siswa tidak akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya.
b. Faktor yang berasal
dari luar diri siswa, yaitu:
1. Dari keluarga
Adanya anggapan dari orang tua tentang kurang pentingnya
pendidikan, sehingga ada orang tua yang melindungi anaknya membolos.
2.
Interaksi guru dengan siswa
Interaksi ini
banyak bergantung pada setiap guru dalam menghadapi murid, ada kalanya guru
tidak mengetahui kalau ada siswa yang merasa terasing di tangah-tengah teman
sekolahnya.
3. Dari teman
Pengaruh teman-temannya sangat besar dalam membolos
sekolah, ada hal-hal menarik yang bisa dilakukan dengan teman-temannya ketika
membolos sekolah.
C. Pengertian Konseling Kelompok Realita
Konseling
kelompok adalah suatu proses interpersonal yang menggunakan berbagai teknik
konseling yang dilaksanakan dalam wadah kelompok dengan cara setiap anggota
kelompok mengeksplorasi masalah dan perasaan-perasaannya dan dengan bantuan
konselor berusaha untuk mengubah sikap dan nilai-nilainya sehingga memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengembangkan diri dan situasi pendidikannya.
Pemecahan masalah dalam konseling kelompok dilaksanakan dalam
situasi kelompok dengan anggota kelompok yang meliputi orang yang memiliki
masalah yang sama maupun berbeda untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan konseling
kelompok tersebut. Anggota kelompok biasanya meliputi orang yang mempunyai
masalah yang bersamaan atau memperoleh manfaat dari partisipasinya dalam
konseling kelompok.
Tujuan konseling kelompok yaitu untuk pemecahan masalah baik yang
ringan maupun yang berat, perubahan pandangan, sikap dan tingkah laku, serta
bermanfaat bagi pengembangan pribadi melalui interaksi dengan orang lain. Dalam
setting sekolah Nursalim dan Hariastuti menambahkan bahwa konseling kelompok
bermanfaat untuk membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan
dalam tujuh bidang yaitu: psikososial, vokasional, kognitif, fisik, seksual,
moral dan afektif.
Berkaitan dengan tujuan dan manfaatnya, maka konseling kelompok
merupakan proses yang menggunakan teknik-teknik konseling dan fungsi-fungsi
terapis, maka perlu suatu penanganan terhadap permasalahan tertentu dengan
teknik ataupun pendekatan konseling tertentu. Seperti permasalahan di atas
yaitu tentang kebiasaan membolos yang merupakan proses pembentukan perilaku
yang lebih menekankan pada kesadaran siswa.
Konseling realita merupakan bentuk terapi yang berorientasi pada
tingkah laku sekarang
dan konseling realitas merupakan suatu proses yang rasional.
Konseli diarahkan untuk menumbuhkan tanggung jawab bagi dirinya sendiri. Reality Therapy memandang konseling
sebagai suatu proses yang rasional. Dalam proses tersebut konselor harus
menciptakan suasana yang hangat dan penuh pengertian serta yang paling penting
menumbuhkan pengertian klien bahwa mereka harus bertanggungjawab bagi dirinya
sendiri.
Konseling kelompok realita
adalah suatu upaya bantuan kepada
individu dalam suasana kelompok dimana dapat diperoleh dukungan dan empati yang
diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yaitu perilaku yang tidak
produktif dan merusak diri pada saat sekarang. Tingkah laku membolos merupakan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang
lain serta merupakan perilaku yang tidak bertanggung jawab. Penggunaan konseling kelompok realita membantu siswa berperilaku yang lebih
bertanggung jawab dengan cara mengajak siswa menilai perilaku mereka serta
menyusun rencana atau kontrak perilaku yang harus mereka laksanakan dalam upaya
untuk mengurangi tingkah
laku membolos.
Konseling
kelompok realita adalah mengajarkan realita kepada konseli mengenai cara-cara
yang baik untuk memenuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab, selain itu
tujuan dari konseling kelompok realita adalah membantu anggota kelompok untuk
memikul tanggung jawab bagi dirinya sendiri, kemampuan bertindak sedemikian
rupa yang memungkinkan individu memenuhi kebutuhannya dengan tanpa mengorbankan
orang lain serta membantu konseli dalam membina tujuan hidupnya, tujuan hidup
ini ada meliputi tujuan jangka pendek misalnya ingin berhenti membolos dan
jangka panjang misalnya ingin memperoleh pekerjaan yang layak setelah lulus
sekolah.
a.
Konsep Utama Konseling Realita
Konsep utama menurut pandangan Glasser
(dalam Fauzan & Flurentin, 1994) yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
a.
Manusia
adalah makhluk rasional (Rasional Being)
Manusia
pada dasarnya adalah makhluk rasional, oleh karena itulah maka pola tingkah laku individu lebih banyak
dipengaruhi oleh pola-pola pikir individu tersebut dan bukan oleh aspek
kepribadian yang lain.
b.
Manusia
memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh (growth force)
Sebagai
makhluk yang memiliki potensi dan kekuatan, manusia dipandang mampu mengambil
keputusan bagi dirinya sendiri yang biasa disebut self determining.
c.
Manusia
memiliki kebutuhan dasar (basic needs)
Glesser
lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan psikologis dasar yang penting yaitu
kebutuhan cinta mencintai (the need to love and to be loved) dan
kebutuhan akan kebergunaan diri, merasa dirinya berguna atau berharga (the
need to feel worthwhile).
d.
Manusia
memerlukan hubungan dengan orang lain
Pemenuhan
kebutuhan dasar memerlukan keterlibatan orang lain. Jika individu mengasingkan
diri dalam kehidupan sosialnya, maka kebutuhan dasar individu tidak akan dapat
terpenuhi. Oleh karena itu hubungan langsung dengan orang lain sangatlah
penting bagi perkembangan diri seseorang, keterlibatan orang lain ini
diperlukan individu sejak dini dalam keseluruhan perkembangannya.
e.
Manusia
mempunyai motivasi dasar untuk mendapatkan identitas diri yang sukses (succses
identity)
Konsep
kebutuhan dasar oleh Glasser digabungkan sebagai motivasi dasar untuk
mendapatkan identitas diri. Hal tersebut menunjuk pada penentuan diri
sebagaimana diri kita, yang kita pandang yang mencakup keunikan, keterpisahan
dan kebermaknaan diri. Ada dua macam identitas diri yang bersifat dinamik yaitu
identitas sukses dan identitas gagal (success identity and failure identity).Identitas
sukses mengacu pada individu yang melihat dirinya sebagai orang yang
berkemampuan, cakap dan berguna, mempunyai kekuatan untuk mengelolah
lingkungannya dan yakin akan kehidupannya sendiri. Sedangkan identitas gagal
menunjuk pada individu yang tidak dapat mengembangkan hubungan personal yang
dekat dengan orang lain, tidak dapat bertindak secara bertanggung jawab, merasa
tidak berdaya, tidak mempunyai harapan, dan merasa tidak berharga. Dan secara
intrinsik, sesungguhnya manusia memiliki motivasi untuk mencapai identitas
sukses. Misalnya setiap orang pasti menginginkan jabatan atau kedudukan yang
layak di masyarakat, setiap siswa ingin mendapat prestasi bagus, banyak teman dan
sebagainya.
f.
Manusia
selalu menilai tingkah lakunya
Terkait
dengan konsep sebelumnya bahwa manusia pada dasarnya selalu mengadakan
penilaian terhadap tingkah lakunya. Penilaian diri itu mungkin positif dan
mungkin pula negatif.
g.
Dalam
memenuhi kebutuhannya, manusia terikat pada 3R (Responsibility, Reality, dan
Right)
Responsibility
merupakan tanggung jawab atas perilaku dan pemenuhan kebutuhan dirinya, Glesser
mendefinikan tanggung jawab sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dirinya
dengan cara yang tidak merugikan, merampas atau mengorbankan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan mereka. Reality yakni perilaku yang nampak saat
sekarang adalah bagian dari realitas dimana realitas merupakan suatu fenomena
yang dapat diamati, fakta yang tersusun dalam kenyataan. Dalam kerangka itulah
individu harus memenuhi kebutuhannya. Sedangkan Right yakni manusia
bertingkah laku sesuai dengan keputusan nilai yang dibuatnya tentang baik buruk
dan benar salah.
Adapun menurut Latipun (2006) yang
mengutip dari Glasser bahwa hakikat manusia pendekatan realita adalah sebagai
berikut:
a.
Perilaku
manusia didorong oleh usaha untuk menemukan kebutuhan dasarnya baik fisiologis.
b.
Jika
individu frustasi karena gagal memperoleh kepuasan atau tidak terpenuhi
kebutuhan–kebutuhannya dia akan mengembangkan identitas kegagalan, sebaliknya
jika dia berhasil maka akan mengembangkan identitas keberhasilan,
c.
Individu
pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mengubah identitasnya dari identitas kegagalan
ke idetitas keberhasilan,
d.
Faktor tanggung jawab adalah sangat penting
pada manusia,
e.
Faktor
penilaian individu tentang dirinya sangat penting untuk menentukan apakah
dirinya termasuk memiliki identitas keberhasilan atau identitas kegagalan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa konsep utama konseling realita adalah manusia adalah makhluk
rasional, memiliki kebutuhan dasar, kemampuan untuk mengubah identitas
kegagalan menjadi identitas kesuksesan, selalu menilai tingkah lakunya, serta
memiliki faktor tanggung jawab, realitas dan kebenaran dalam memenuhi
kebutuhannya.
D. Ciri-ciri Konseling Kelompok Realita
Sekurang-kurangnya
ada delapan ciri yang yang menentukan terapi ralitas yaitu:
a. Terapi
realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Bentuk gangguan tingkah laku
yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggungjawaban. Pendekatan ini
tidak berurusan dengan diagnosis psikologis. Terapi realitas mempersamakan
gangguan mental dengan ketidakberanggungjawaban dan kesehaan mental dengan
tingkah laku yang bertanggungjawab.
b. Terapi
realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap
perasaan dan sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas
tingkah laku sekarang. Terapi realitas tidak bergantung pada pemahaman untuk
mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti
perubahan tingkah laku.
c. Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lampau. Karena masa
lampau sesorang itu telah tetap dan tidak dapat diubah, maka yang dapat diubah
adalah masa sekarang dan masa yang akan datang, kalaupun didiskusikan
dalam terapi, masa lampau selalu dikaitkan dengan tingkah laku klien sekarang.
Terapis terbuka untuk mengeksplorasi segenap aspek dari kehidupan sekarang,
mencakup harapan-harapan, ketakutan-ketakutan dan nilai-nilainya. Terapis
menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-keberhasilan, dan
kualitas yang positif dari klien dan tidak hanya memperhatikan kemalangan dan
gejala-gejalanya.
d. Terapi realitas
menekankan pada pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan
pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya
sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Terapi
ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat tingkah laku dan
membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
Jika klien sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan
dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata
untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa
alternatif-alternatif dapat lebih baik daripada gaya mereka sekarang tidak
realistis.
e. Terapi
realitas tidak menekankan tranferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang tranferensi sebagai hal yang penting. Terapi realitas memandang
tranferensi suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi.
Terapi realitas mengimbau agar para terapis menjadi dirinya sendiri yang sejati
tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibunya klien. Glasser (dalam Corey,
2003: 267) menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan
keterlibatan dimasa lalu yang tidak berhasil, akan tetapi mencari suatu
keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka
sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun sutau hubungan yang
personal dan tulus.
f. Terapi
realitas menekankan pada aspek-aspek kesadaran, bukan pada aspek ketaksadaran.
Terapi realitas menekankan pada kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana
tingkah laku klien sekarang sehingga dia tidak mendapatkan apa yang
diinginkannya, dan bagaimana caranya dia bisa terlibat dalam suatu rencana bagi
tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang bertanggungjawab
dan realitis. Terapi realitas memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci
dan berpegang pada asumsi bahwa klien akan menemukan tingkah laku sadar yang tidak
mengarahkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karenanya, terapi
realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok
masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawaban klien dan memaafkan atas
tindakannya menghindari kenyataan.
g. Terapi
realitas menghapus hukuman. Glasser (dalam Corey, 2003: 268) mengingatkan bahwa
pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan hukuman untuk
kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan
pada klien dan merusak hubungan terapeutik. Lebih lanjut Glasser menganjurkan
untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari
tingkah lakunya.
h. Terapi
realitas menekankan pada tanggung jawab. Glasser (dalam Corey, 2003: 269) menyatakan
bahwa mengajarkan tanggungjawab adalah konsep inti dalam terapi realitas. Jika
kebanyakan hewan didorong oleh naluri, manusia mengembangkan kemampuan untuk
belajar dan mengajarkan tanggung jawab. Oleh karenanya, terapi realitas
menekankan fungsi terapis sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien
cara-cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Dengan mengeksplorasi
keistimewaan-keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan kemudian membuat
pernyataan-pernyataan direktif dan saran-saran mengenai cara-cara memecahkan
masalah yang lebih efektif. Terapi menjadi suatu pendidikan khusus dimana
rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik dan bertanggungjawab
untuk memenuhi kebutuhan pribadi diuji.
E. Cara Konseling Kelompok Realita dalam Mengurangi Tingkah Laku Membolos
Tingkah
laku siswa yang membolos merupakan wujud bahwa siswa tersebut telah gagal
memenuhi salah satu atau semua kebutuhan-kebutuhan psikologis yaitu cinta
mencintai dan keberhargaan diri seperti yang telah disebutkan pada konsep
pendekatan realitas diatas. Di dalam memenuhi kebutuhan tersebut siswa terikat
pada kenyataaan, hak dan tanggung jawab (Reality, Rights, Responsibility
disingkat 3R) yang mau tidak mau harus dihadapi. Kegagalan memenuhi kebutuhan
berdasarkan 3R tersebut dapat dialami dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat bahkan mungkin ketiganya. Penyebab utama mengapa kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi adalah pelaku membolos kurang terlibat dengan orang
lain, lebih lanjut kegagalan demi kegagalan yang dialami selama proses
pemenuhan kebutuhan tersebut membuat siswa mengingkari kebutuhannya sendiri.
Saat ia mengingkari kebutuhannya, tidak jarang ia melakukan tingkah laku yang
dalam persepsinya dianggap benar yaitu membolos meskipun sebenarnya tingkah
laku tersebut bertentangan dengan kenyataan dan melebihi hal yang seharusnya
diperoleh serta menolak bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan,
bentuk penolakan tanggung jawab ini terwujud saat pelaku membolos menyalahkan
orang lain terkait dengan kondisi yang
menyebabkan dia membolos.
Berdasarkan pemaparan
yang dikemukakan di atas, maka dalam pemberian bantuan melalui konseling
kelompok realita para pelaku membolos diajak untuk belajar menciptakan dan
mengembangkan keterlibatannya baik dengan guru pembimbing maupun dengan anggota
kelompok yang lain melalui tahapan-tahapan konseling kelompok realita. Dari penjelasan diatas, maka dapat digambarkan
dalam bagan sebagai berikut:
Bagan 2.1
Kerangka pikir penggunaan konseling kelompok realita untuk membantu
menurunkan frekuensi tingkah laku membolos siswa
Dari
bagan di atas dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan konseling kelompok
realita pada masing-masing tahapan, konselor
menggunakan teknik-teknik pendekatan realita, diantaranya yaitu bermain peran bersama konseli, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, menggunakan humor, mendiskusikan minat-minat pribadi,
mengekplorasi dan mengklarifikasi nilai, mengkonfrontasi anggota dan tidak
memaafkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, melayani sebagai model peran
dan guru, menentukan struktur dan batas pertemuan, membuka diri untuk menentang
dan mengeksplorasi nilai-nilainya sendiri, membuat kontrak, merumuskan rencana
tindakan khusus, mendorong anggota untuk terlibat dengan orang lain.
Secara berkelanjutan, penerapan
tahap-tahap dan teknik-teknik tersebut digunakan oleh guru pembimbing untuk
mengajak para anggota kelompok dengan menilai benar tidaknya tingkah laku dan
bertanggung jawab serta merugikan orang lain. Setelah tercapai pemahaman, siswa
akan diajak untuk merencanakan tingkah laku baru yang lebih bertanggung jawab
melalui diskusi dan sumbang saran dari anggota kelompok yang lain. Guru
pembimbing tidak akan mendorong siswa untuk membuat rencana selama mereka
memahami nilai dari tingkah lakunya sekarang. Setelah rencana tersusun, agar
siswa benar-benar melaksanakan rencana tersebut, maka dibuat komitmen bersama (contract).
Apabila siswa gagal melaksanakan rencana awal yang telah
disepakati, maka guru pembimbing bersama siswa tersebut memodifikasi rencana
awal dan membuat komitmen tanpa memberikan hukuman apapun pada siswa tersebut.
Hukuman tersebut diberikan karena rencana yang telah disusun telah mengandung
konsekuensi tersendiri. Contohnya, siswa membolos karena ia tidak mengerjakan
PR, maka konsekuensi yang mengikuti adalah nilai tugas dari guru bidang studi
nol.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka disimpulkan bahwa:
1. dengan
konseling kelompok realita diharapkan dapat meningkatkan kesadaran siswa
sehingga tingkah laku membolos pada siswa berkurang,
2. dengan
konseling kelompok realita dapat menumbuhkan tanggung jawab pada diri,
khususnya bagi siswa yang melakukan tingkah laku membolos dengan frekuensi
tinggi,
3. diharapkan
melalui konseling kelompok ada peningkatan ketrampilan sosial untuk mencegah
munculnya keinginan melakukan tingkah laku membolos.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Tingkah
laku siswa yang membolos merupakan wujud bahwa siswa tersebut telah gagal
memenuhi salah satu atau semua kebutuhan-kebutuhan psikologis yaitu cinta mencintai
dan keberhargaan diri. Di
dalam memenuhi kebutuhan tersebut siswa terikat pada kenyataaan, hak dan
tanggung jawab (Reality, Rights, Responsibility disingkat 3R) yang mau
tidak mau harus dihadapi. Bentuk
penolakan tanggung jawab ini terwujud saat pelaku membolos menyalahkan orang
lain terkait dengan kondisi yang menyebabkan
dia membolos. Dalam
pemberian bantuan melalui konseling kelompok realita ini para pelaku membolos
diajak untuk belajar menciptakan dan mengembangkan keterlibatannya baik dengan
guru pembimbing maupun dengan anggota kelompok yang lain melalui tahapan-tahapan
konseling kelompok realita.
B.
Saran
Konseling kelompok realita diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran dan menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa sehingga
tingkah laku membolos pada siswa berkurang,
Diharapkan pula melalui konseling kelompok
realita ini ada peningkatan ketrampilan sosial untuk mencegah munculnya
keinginan melakukan tingkah laku membolos.
DAFTAR PUSTAKA
Darminto, Eko.
2007. Teori-teori Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia. 2005. Edisi Kedua. Jakarta: Bina Pustaka.
Kartono,
Kartini. 2003. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nursalim, Moch dan
Hariastuti, Retno T. 2007. Konseling
Kelompok. Surabaya: Unesa
University Press.
0 komentar:
Posting Komentar