Oleh
: Ajeng
Ariningsun (101014243)
Masa remaja merupakan periode yang penting karena apa
yang terjadi pada periode ini memiliki dampak langsung dan dampak jangka
panjang dalam kehidupan individu tersebut. Selain itu periode ini memiliki
dampak yang penting terhadap perkembangan fisik dan psikologis individu, dimana
terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang cepat dan penting. Remaja juga
merupakan masa peralihan, periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan
sifat-sifat kekanakannya dan harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru
untuk menggantikan dan meninggalkan pola perilaku sebelumnya. Masa remaja
merupakan periode perubahan. Periode ini berlangsung sangat cepat, perubahan
fisik yang cepat membawa konsekuensi terjadinya perubahan sikap dan perilaku
yang juga cepat. Masa remaja juga merupakan masa bermasalah karena mereka
dituntut untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka cenderung tidak mau
dibantu oleh orangtua atau guru sehingga dapat menimbulkan kegagalan dalam
menyelesaikan persoalan tersebut.
Hamil
di luar nikah merupakan masalah yang tidak asing lagi di dunia pendidikan
akhir-akhir ini. Tidak sedikit siswi SMA dan SMP bahkan SD yang belum lulus dan
menikah namun sudah hamil. Hal ini sungguh sangat disayangkan, usia yang
tergolong masih sangat muda di mana seharusnya masih belajar di sekolah serta
bermain bersama teman-temannya malah harus dipusingkan dengan masalah yang
begitu berat. Masa remaja yang
merupakan masa perkembangan dan seharusnya mereka gunakan untuk menuntut ilmu
dan mempelajari banyak hal malah mereka hancurkan sendiri dengan melakukan
hal-hal yang merugikan masa depan mereka sendiri.
Kehamilan
di luar nikah ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, di antaranya yaitu:
1. Adanya dampak negatif dari kemajuan teknologi.
Pengaruh media massa seperti televisi yang
menyajikan tontonan-tontonan yang berbau pornografi dan pornoaksi sehingga
dapat memicu siswa melakukan seks bebas. Internet juga memiliki andil yang
besar dalam hal ini. Mudahnya mengakses situs-situs yang berbau ‘blue’ juga
dapat membuat siswa yang masih dalam masa remaja dengan rasa ingin tahu yang
besar menjadi ingin mencobanya.
2.
Pengaruh
teman atau lingkungan.
Dalam lingkungan pergaulan remaja, ada istilah yang
kesannya lebih mengarah kepada hal negatif, yaitu istilah Anak Gaul. Istilah
ini menjadi ikon bagi dunia remaja masa kini yang ditandai dengan nongkrong,
mondar-mandir di mal, gaya fun, berpakaian serba minim, sempit dan ketat bahkan
transparan kemudian memamerkan lekuk tubuh dan mempertontonkan bagian tubuh
mereka yang seksi. Dan mereka yang tidak seperti itu dianggap sebagai anak
tidak gaul dan kampungan atau sekarang biasa disebut dengan istilah
‘kamseupay’. Akibatnya remaja gaul inilah yang biasanya menjadi korban dari
pergaulan bebas, diantaranya terjebak dalam perilaku seks bebas yang bisa
mengakibatkan kehamilan di luar nikah.
3.
Kegagalan
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
4. Lemahnya pendidikan agama di lingkungan keluarga.
Tipisnya iman siswa dapat menyebabkan siswa
mudah terpengaruh oleh lingkungan dan tontonan yang tidak baik. Tanpa adanya benteng agama yang kuat mereka akan
bertindak hanya sesuai dengan kesenangan sesaat saja tanpa memikirkannya dari
segi agama.
5.
Rasa
cinta, perhatian, dan penghargaan yang kurang, terutama dari orangtua dan guru
di sekolah. Siswa kemudian akan mencari pemenuhan hal-hal tersebut dari orang
lain. Dan hal itu memungkinkan terjadinya pemenuhan dengan perilaku yang tidak
tepat.
6.
Kemerosotan
moral dan mental orang dewasa.
Jika orang dewasa yang bertugas sebagai contoh saja sudah
tidak bermoral baik, maka remaja atau generasi mudanya juga akan seperti itu.
Mereka akan menganggap apa yang dilakukan orang-orang dewasa tersebut merupakan
perilaku yang wajar dan benar. Selain itu orang-orang dewasa yang moralnya
rendah akan bersikap masa bodoh dengan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
remaja di sekitarnya.
Banyak
masalah yang mungkin akan timbul ketika ada anak yang hamil di luar nikah. Masalah
itu bisa muncul pada diri anak yang hamil itu sendiri, yang menghamili,
keluarga, pihak sekolah, maupun lingkungan sekitar. Kondisi psikologis yang
tergolong masih sangat labil memungkinkan anak-anak ini mengalami berbagai
macam gangguan psikis, misalnya bagi anak yang hamil yaitu merasa malu dengan
teman-temannya dan orang di sekitarnya, tertekan karena sikap semua orang yang
menyalahkan dan mencemoohnya, bingung harus berbuat apa dan bagaimana cara
menceritakannya kepada orangtua ataupun sahabat, merasa teralinasi dari
lingkungan sekitar, stress, aborsi, hingga depresi dan bunuh diri. Sedangkan dari segi fisik, masalah yang mungkin timbul
adalah resiko timbulnya penyakit-penyakit seksual. Organ vital yang belum cukup
matang untuk melakukan hubungan seks apalagi hamil dan aborsi akan rentan
terkena berbagai macam penyakit. Diantaranya yaitu sipilis, GO, HIV/AIDS,
kanker, dan sebagainya. Selain itu juga tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka malah akan terjun ke dunia hitam dengan menjadi pekerja seks komersial karena
mereka merasa dirinya sudah ‘kotor’ dan lebih baik sekalian menjadi lebih
buruk. Sedangkan dari sisi yang menghamili yaitu merasa serba salah, bingung
harus bertindak apa, merasa tidak siap bertanggung jawab, malu, tertekan,
stress, muncul niat untuk memaksa gadis yang dihamili untuk aborsi,
menyakitinya bahkan bisa saja sampai membunuhnya.
Tidak
hanya dari sisi siswa yang dihamili maupun yang menghamili yang akan mendapat
masalah, namun pihak keluarga, sekolah, serta lingkungannya juga akan mendapat
masalah. Keluarga akan merasa dipermalukan dengan kondisi anaknya tersebut,
merasa gagal mendidik anak, dan sebagainya. Pihak sekolah juga akan merasa
dipermalukan dengan hal itu, selain itu juga khawatir akan ‘menular’ ke
siswa-siswa yang lain apabila tidak segera dikeluarkan. Sedangkan lingkungan
juga akan merasa terusik dengan kejadian itu, mereka juga khawatir hal itu akan
terjadi atau ditiru oleh anak-anak mereka.
Untuk
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari hamil di luar nikah tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya yaitu dengan cara memberikan
konseling individu dan memotivasinya. Konseling individu diberikan dengan
harapan anak tersebut menyadari kesalahannya, dapat mengambil langkah
selanjutnya dengan tepat, serta tidak melakukan hal-hal yang malah akan lebih
memperburuk keadaan seperti aborsi dan bunuh diri. Sedangkan motivasi atau dorongan positif
dibutuhkan dari konselor maupun orangtua dan orang-orang di sekitarnya.
Motivasi ini diharapkan akan membuat anak tersebut tidak menjadi semakin down. Memotivasi atau memberikan
dorongan di sini bukan berarti membenarkan perilaku mereka, namun lebih kepada
meperhatikan aspek psikologis anak tersebut agar tidak menimbulkan dampak
negatif yang jauh lebih fatal.
Biasanya
orang-orang di sekitar anak tersebut lebih cenderung menyalahkan, memojokkan,
dan mencemoohnya dengan alasan untuk menghukum mereka agar jera. Padahal respon
seperti itu bukan merupakan langkah yang tepat untuk menyikapi kondisi seperti
itu. Meskipun itu merupakan akibat dari perilaku mereka sendiri, bukan berarti
lingkungan bisa bersikap seperti itu terhadap mereka. Seperti pendapat Skinner
bahwa hukuman bukan merupakan cara yang tepat untuk menghentikan perilaku
menyimpang, hukuman mungkin bisa mengubah perilaku menyimpang namun itu hanya
bersifat sementara, hukuman bisa menimbulkan perilaku yang berlawanan dari yang
diharapkan, dan hukuman juga bisa menimbulkan perilaku agresi. Dengan respon
negatif dari lingkungan terhadapnya, anak yang hamil di luar nikah ini akan
merasa semakin tertekan, takut, bingung, stress, dan sebagainya sehingga mereka
bisa saja melakukan hal-hal negatif seperti aborsi dan bunuh diri.
Ada
banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
Konselor dapat memberikan layanan informasi,
bimbingan kelompok, serta bekerjasama dengan guru agama dalam
peningkatan iman dan taqwa siswa. Layanan informasi dapat diberikan melalui
poster mengenai bahaya seks bebas; papan bimbingan yang berisi tentang dampak
negatif yang akan timbul akibat seks bebas; bibliokonseling dengan memberikan
buku-buku yang berisi tentang pacaran yang sehat, pergaulan yang baik, dan
sebagainya. Bimbingan kelompok dalam hal ini dapat diberikan dengan topik yang
berhubungan dengan hamil di luar nikah, freesexs,
dan sebagainya. Sedangkan dalam peningkatan imtaq siswa, konselor dapat
bekerjasama dengan guru agama, misalnya dengan pengadaan pengajian dan
sebagainya.
Selain
itu peran orangtua juga sangat penting dalam pencegahan masalah ini.
Pembentukan hubungan yang baik antara anak dengan orangtua berpengaruh besar
terhadap perilaku anak. Pola asuh juga harus diperhatikan oleh orangtua. Untuk
menghindari terjadinya masalah ini hendaknya orangtua selalu menjaga komunikasi
yang baik dengan anak, memberikan kasih sayang yang tulus, membiasakan untuk
terbuka, menerapkan pola asuh yang tidak mengekang dan membatasi anak, serta
memberikan benteng berupa ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Pengawasan orangtua dan lingkungan sekitar juga sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas yang mengarah kepada seks
bebas yang bisa berakibat hamil di luar nikah ini.
Dalam
masalah kehamilan di luar nikah ini konselor tidak bisa menangani semuanya. Ada
hal-hal yang bukan merupakan tanggung jawab konselor. Di antaranya yaitu jika
sudah sampai kepada depresi, aborsi, bunuh diri, pembunuhan, dan sebagainya
bukan lagi konselor yang berwenang menanganinya. Karena pada dasarnya konselor
tidak berhak menangani dalam hal yang menyangkut psikologis yang cukup berat
dan kriminalitas. Gangguan psikologis seperti depresi merupakan kewenangan
psikiater, sedangkan jika masalah kriminalitas sudah pasti merupakan kewenangan
polisi.
Untuk mengenali ciri-ciri fisik anak yang sedang hamil
memanglah tidak mudah, tetapi sebagai calon konselor kita harus belajar mulai
dari sekarang. Ada beberapa hal yang bisa digunakan acuan untuk melihat apakah
siswa tersebut benar-benar hamil atau tidak. Ciri fisik yang merupakan indikasi
siswa hamil adalah payudara lebih besar dari biasanya, badan atau postur tubuh
lebih besar dari yang sehari-hari terlihat, kadang pucat dan lemas. Namun hal
itu bukan berarti semua siswa yang mengalami tanda-tanda seperti itu merupakan
siswa hamil. Kita harus tetap mencari informasi yang lebih akurat tentang siswa
yang menampakkan gejala tersebut dari lingkungan ataupun dari sumber lain.